Turut Terlibat dalam Kasus Ferdy Sambo, Majelis Hakim ke Baiquni Wibowo: Sebagai Anak Buah ya Risikonya Begini
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terseretnya Baiquni Wibowo dan sejumlah anggota Polri dalam kasus kematian Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J dinilai sebagai risiko penegak hukum.
Hal tersebut diungkapkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Afrizal Hadi dalam kasus obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus kematian Brigadir J untuk terdakwa Irfan Widyanto, Jumat (23/12/2022).
Dalam sidang kali ini, jaksa penuntut umum menghadirkan Baiquni Wibowo bersama Chuck Putranto sebagai saksi mahkota.
Kepada Baiquni Wibowo, Hakim Afrizal menjelaskan soal adanya risiko yang harus diambil aparat penegak hukum.
Terlebih dalam perkara ini para terdakwa obstraction of justice termasuk Baiquni Wibowo hanya berstatus anak buah yang harus patuh perintah atasan.
Baca juga: Diperintah Chuck Putranto, Baiquni Wibowo Salin Video DVR CCTV Duren Tiga Berdurasi 2 Jam
"Ya memang berat ya dan berisiko. Tapi itu risikonya ya ketika sudah jadi anggota Polri ya saudara ada risiko itu. Ketika saudara jadi prajurit tentara di medan tempur ada risiko saudara terbunuh," kata Hakim Afrizal dalam persidangan, Jumat (23/12/2022).
Terkait risiko yang dimaksud, sejatinya setiap anggota atau anak buah dalam lembaga Polri bisa menempatkan atau memposisikan diri.
Satu risiko yang harus diterima yakni adanya tekanan dari atasan maupun komandan, termasuk dalam perkara yang diskenariokan Ferdy Sambo yang saat kejadian berstatus jenderal polisi bintang dua dan menjabat sebagai Kadiv Propam Polri tersebut.
Baca juga: Sidang Kasus Brigadir J, Pengacara Baiquni Wibowo Cecar Saksi Soal Salin Rekaman DVR CCTV Duren Tiga
"Risiko barangkali di bawah tekanan ancaman bos mu, komandan mu, Kadiv mu, apa risiko lewat konsekuensinya yang mungkin kamu dapatkan. Itu kan pilihanmu," kata hakim Afrizal.
Akan tetapi, Hakim Afrizal menilai saat ini Baiquni Wibowo dan beberapa anggota Polri lainnya sudah dijerat sebagai terdakwa.
Karenanya, risiko itu sudah harus ditanggung dan menjadi konsekuensi yang harus diambil.
"Pilihan saudara-saudara sekalian selaku saudara terdakwa Obstruction ini. Itu semuanya konsekuensi terhadap sesuatunya. Ketika kamu pada awalnya menentang itu mungkin ada risiko. Ketika kamu mengikuti ada risiko, ada konsekuensi. Tapi itu semua sudah terjadi," kata Hakim Afrizal.
Baca juga: Eksepsi Baiquni Ditolak, Hakim Perintahkan Teruskan Perkara Perintangan Penyidikan Kasus Brigadir J
Sebagai informasi, dalam perkara tewasnya Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J ini sederet anggota Polri turut terjerat karena mematuhi apa yang menjadi perintah Ferdy Sambo.
Setidaknya ada puluhan anggota Polri yang mendapati sanksi etik dan di mutasi dengan beberapa di antaranya menjadi terdakwa.
Mereka yang menjadi terdakwa yakni Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, Ricky Rizal alias Bripka RR, Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, Arif Rahman Arifin dan Irfan Widyanto.
Untuk terdakwa Bharada E dan Ricky Rizal didakwa turut serta dalam pembunuhan berencana Brigadir J bersama Putri Candrawathi, Ferdy Sambo dan Kuat Maruf.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Sementara terdakwa lain, didakwa melakukan perintangan penyidikan atau obstraction of justice dengan merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.