TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J, Senin (26/12/2022) kemarin menghadirkan tiga saksi ahli.
Ketiga ahli yang dihadirkan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (26/12/2022) yakni Psikolog Forensik DR Reza Indragiri Amriel; Guru Besar Filsafat Moral, Prof em Dr Romo Frans Magnis-Suseno SJ; dan Psikolog Klinik Dewasa, Liza Marielly Djaprie S.Psi., M.Psi., CH.
Para ahli tersebut hadir dalam persidangan dalam kapasitasnya sebagai ahli meringankan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E dalam persidangan.
Apa saja kesaksian yang disampaikan oleh Ahli Filsafat Moral, Romo Frans Magnis-Suseno?
Baca juga: Ahli Psikologi Ungkap Tingkat Kepatuhan Bharada E Tinggi, Punya Rasa Takut ke Ferdy Sambo
Berikut rangkumannya seperti disampaikan Romo Frans Magnis-Suseno di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (26/12/2022):
Perintah Ferdy Sambo Sulit Dilawan
Ahli Filsafat Moral, Romo Frans Magnis menyebut perintah Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J sangat sulit dilawan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E.
Awalnya, Romo berbicara soal kualitas moral seseorang ketika mendapat perintah untuk menembak seseorang.
Menurutnya, kualitas moral seseorang di dalam situasi tersebut sejatinya tergantung pada kesadaran orang itu sendiri pada saat itu.
"Misalnya tergantung dari suara hati, suara hati mengatakan apa pada saat itu, bisa saja dia bingung karena berhadapan dengan dua norma, yang satu mengatakan menembak mati orang yang sudah tidak berdaya tidak bisa dibenarkan, titik," kata Romo dalam sidang.
"Yang kedua dia diberi perintah oleh orang yang berhak memberi perintah yang wajib ditaati supaya melakukannya, lalu dia harus mengikuti yang mana," sambungnya.
Romo menilai ketika berada di dua pilihan tersebut, dalam etika normatif seseorang yang menerima perintah seperti itu harus tetap menolaknya.
Namun, kata Romo, kerap kali orang dihadapkan dengan rasa bingung atas perintah yang sebenarnya salah tersebut.
"Dalam rangka kepolisian atau Brimob kalau mau di dalam situasi itu melaksanakan perintah adalah budaya yang ditanamkan di dalam orang-orangnya. Kita di Indonesia tahu sering pakai istilah laksanakan atau istilah siap," ucap Romo.
Baca juga: Sidang Lanjutan Kasus Brigadir J Hari Ini, Richard Eliezer akan Hadirkan Saksi yang Meringankan