News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Tembak Polisi

Dalam Sidang Ferdy Sambo, Ahli Hukum Pidana Tegaskan Perintah 'Hajar' Tak Bisa Diartikan Menembak

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (19/12/2022).

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Hukum Pidana dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Said Karim mengatakan penggunaan istilah 'hajar' dalam suatu kondisi tidak dapat diartikan secara khusus, termasuk pada saat seseorang memberikan perintah.

Hal itu disampaikan Said saat dihadirkan sebagai ahli meringankan dalam sidang lanjutan perkara dugaan pembunuhan Brigadir J untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2023).

Mulanya, jaksa penuntut umum (JPU) mengkonfirmasi pernyataan ahli Said Karim soal perintah hajar yang dilakukan oleh Ferdy Sambo kepada Richard Eliezer Pudihang alias Bharada E sebelum Brigadir J tewas.

"Sebelum ada kata hajar, ada permintaan dari pelaku utama untuk menembak korban, setelah itu ada juga permintaan dari pelaku utama untuk mengisi amunisi, kalau ada rangkaian peristiwa itu sebelum ada kata hajar, apa makna hajar itu?" tanya jaksa kepada Said Karim.

Baca juga: Hakim dan Jaksa Akan Cek Rumah Ferdy Sambo Besok, Pengacara Guyon akan Siapkan Es Kopi Kenangan

Terkait pertanyaan itu, Said mengaku merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) untuk mengetahui kata turunan dari 'hajar'.

Kata Said, setelah dirinya melakukan penelaahan, ternyata tidak ada penjelasan hajar yang merujuk pada suatu tindakan termasuk soal menembak.

"Kemudian saya membuka KBBI, apakah kata hajar ini sinonim dengan bunuh atau tembak, tampaknya dalam KBBI kita tidak menemukan jawaban itu. Jadi pengertian hajar ini relatif dimaknai, kita juga kadang-kadang kumpul dengan teman SMA ada makanan biasa kita bilang hajar, makanan pun kita suruh hajar," kata dia.

"Jadi apakah makna pengertian kata hajar itu sinonim atau sama dengan tembak atau bunuh, tidak ada jaminan bahwa pengertian itu benar," sambungnya.

Kendati begitu, jaksa menilai jawaban dari Said tidak sesuai dengan pertanyaan yang dilayangkan. 

Sebab, jaksa bukan menanyakan soal sinonim kata dari hajar melainkan soal konteks pernyataan hajar dari Ferdy Sambo tersebut sehingga ditindaklanjuti dengan penembakan oleh Bharada E.

"Saya tidak mengatakan sinonim, karena itu semantik, saya hanya menyatakan kontekstual dari konteksnya tadi bahwa ada permintaan untuk mengisi amunisi ada perintah untuk berani ga menembak korban, kontekstualnya dihubungkan dengan hajar apa?" tanya lagi jaksa.

"Tadi saya sudah jelaskan bahwa pengertian hajar tidak berarti sama dengan tembak, kita sepakati sampai disitu ya pak ya, selanjutnya apa yang bapak kemukakan itu sebagai bersumber dari satu keterangan saksi yang menyatakan itu bapak hati-hati dengan keterangan itu," tukas Said.

Pernyataan Ferdy Sambo Sebelumnya

Sebelumnya, terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua, Ferdy Sambo mengklaim dirinya tak menyangka bahwa perintah ‘hajar cad’ yang ditujukan kepada Yoshua diartikan dengan menembak oleh Richard Eliezer.

Menurutnya, perintah Bharada E untuk menghajar Brigadir J tidak menggunakan senjata api.

Hal itu diungkapkan Ferdy Sambo saat bersaksi untuk terdakwa Bharada E, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf dalam sidang lanjutan kasus dugaan pembunuhan Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (7/12/2022).

"Saya saat itu tidak terpikir hajar menggunakan tangan, kaki, atau senjata. Tetapi kemudian terjadilah penembakan itu," kata Sambo.

Meski akhirnya Brigadir J dihajar dengan tembakan, Sambo menyatakan siap bertanggung jawab ke Bharada E.

Ia pun mengakui bahwa tindakan melindungi Bharada E itu merupakan hal yang salah.

"Saya sudah sampaikan di awal bahwa saya mencoba dengan kepercayaan diri untuk mohon maaf melindungi Richard dengan cara tidak benar. Ya itu memang kesalahan saya, yang itu akan saya pertanggung jawabkan," ucap Sambo.

Adapun pihak Eliezer membantah perintah Hajar yang disampaikan saat Ferdy Sambo tersebut.

Pernyataan itu disampaikan Richard saat menjadi saksi untuk terdakwa Bharada E, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf dalam sidang lanjutan kasus dugaan pembunuhan Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (7/12/2022).

"Saya membantah kata beliau tentang menghajar, bahwa tidak ada tidak benarnya itu,” ucap Bharada E.

Ia pun menegaskan bahwa eks Kadiv Propam Polri ini keras memerintahkan untuk menembak.

“Karena yang sebenarnya kan beliau mengatakan kepada saya dengan keras, teriak juga, dia mengatakan kepada saya untuk 'woy kau tembak, kau tembak cepat. Cepat kau tembak," kata Eliezer meniru perintah Sambo.

Selain perintah menghajar, Bharada E juga meluruskan keterangan Sambo berkaitan dengan pertanyaan kesiapannya untuk menembak Brigadir J.

"Yang benar adalah pada saat itu beliau memerintahkan saya untuk menembak Yosua dan setelah itu dia juga menceritakan kepada saya tentang skenario yang nanti akan dijelaskan dan dijalankan di Duren tiga," kata dia.

Kronologi Kasus

Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.

Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.

Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.

Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini