News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Tembak Polisi

Ahli Hukum Pidana Ilustrasikan Justice Collaborator Seperti Pemukul Kentongan

Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa Richard Eliezer atau Bharada E menjalani sidang perdana terkait kasus pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yoshua Hutabarat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (18/10/2022). Eliezer yang juga berstatus sebagai justice collaborator itu nampak didampingi petugas dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK dan juga kuasa hukumnya Ronny Talapessy. Sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan tersebut dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Wahyu Iman Santosa. Tribunnews/Jeprima

Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Hukum Pidana Firman Wijaya mengibaratkan seorang Justice Collaborator (JC) kalau di Indonesia seperti pemukul kentongan atau peniup peluit.

Pernyataan tersebut disampaikan Firman Wijaya di persidangan sebagai ahli meringankan yang dihadirkan kuasa hukum Ricky Rizal dalam lanjutan sidang pembunuhan berencana Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (4/1/2023).

"Perumusan justice collaborator yang ada memang problematik dan dilematik. Ada pandangan yang bersifat klasik yang menyatakan bahwa justice collaborator kalau di Indonesia seperti pemukul kentongan atau peniup peluit itu filosofi yang dibangun," kata Firman di persidangan.

Baca juga: Pengacara Sebut Status Richard Eliezer Jadi Justice Collaborator Diserahkan ke Pengadilan

Firman berpandangan JC sebagai seorang yang berpartisipasi dalam tindak pidana.

"Kalau saya melihat bagaimana seseorang berpartisipasi dalam tindak pidana. Untuk situasinya ada yang bagian kecil dari pelaku. Kemudian ada juga yang melihat tindak pidana," sambungnya.

Firman mengatakan munculnya JC kaitannya dengan kejahatan dimensi baru dan besar.

Artinya tidak semua kejahatan-kejahatan ada JC-nya.

"Kenapa disebut kejahatan serius karena ada dua konferensi penting berkaitan dengan delik-delik khusus seperti penyalahgunaan jabatan, korupsi dan sebagainya," jelasnya.

"Kemudian selanjutnya kejahatan yang bersifat terorganisir. Jadi kejahatan struktural yang membentuk lingkaran kejahatan dan sulit dibuktikan," sambungnya.

Firman menegaskan karena hal itulah maka dibutuhkan instrumen untuk membuka tabir. Kemudian lahirlah Undang-Undang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.

Justice collaborator adalah pelaku tindak pidana yang bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kasus tindak pidana tertentu yang terorganisir dan menimbulkan ancaman serius.

Tindak pidana tertentu yang dimaksud seperti korupsi, terorisme, narkotika, pencucian uang, perdagangan orang, maupun tindak pidana terorganisir yang lain.

Justice collaborator dapat disebut juga sebagai saksi pelaku yang bekerja sama.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini