News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Perppu Cipta Kerja

Eks Ketua Mahkamah Konstitusi Kritik Penerbitan Perppu Cipta Kerja: Jadi Contoh 'Rule by Law'

Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ratusan pengunjuk rasa buruh dan mahasiswa kembali kepung Kantor Puspemkot Tangerang, Selasa (20/9/2022). Mereka menuntut pencabutan UU Cipta Kerja. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyoroti sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyoroti sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Jimly Asshiddiqie menilai, penerbitan Perppu Cipta Kerja tersebut sebagai contoh pemerintahan yang seolah berada di atas hukum (rule by law).

Sebab menurut Jimly, MK sudah dengan jelas menyatakan Undang-Undang No 11 Taun 2022 tentang Cipta Kerja inkonstitusional dengan putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2O2O.

Baca juga: Buruh Minta Kata Dapat di Perppu Cipta Kerja Soal Upah Minimum Dihapus, Ini Penjelasan Said Iqbal

Amar putusan MK ini antara lain: Pertama, pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan diucapkan yaitu 25 November 2020.

Kedua, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan sesuai dengan tenggang waktu yang ditetapkan; Ketiga melakukan perbaikan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak putusan diucapkan.

Jimly menilai, dengan putusan MK tersebut, seharusnya lebih berperan dalam melakukan revisi UU Cipta Kerja adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan bukan mengambil jalan keluar dengan menerbitkan Perppu dengan alasan kegentingan.

"Peran MK dan DPR diabaikan. Ini bukan contoh rule of law yang baik tapi jadi contoh rule by law yang kasar dan sombong," kata Jimly seperti dikutip dari Kontan, Kamis (5/1/2023).

Seharusnya pemerintah dan DPR berunding serta merevisi UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang diputuskan inkonstitusional oleh MK.

Baca juga: Enam pasal Perppu Cipta Kerja dinilai ciptakan ketidakpastian hukum: Penentuan upah minimum hingga pekerja alih daya

Jimly juga mengkritik pihak-pihak yang memberi argumen pembenaran penerbitan Perppu tidak melanggar undang-undang.

Bahkan menurut Jimly dalih kegentingan bisa menjadi preseden bagi pemerintah sehinga bisa digunakan buat tujuan lain seperti penundaan pemilihan umum (Pemilu) atau perpanjangan masa jabatan presiden.

"Kalau ada sarjana hukum yang ngotot memberi pembenaran pada Perppu Cipta Kerja ini, maka tidak sulit baginya untuk memberi pembenaran untuk terbitnya Perppu penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan," kritik Jimly.

Seperti diketahui Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Perppu Cipta Kerja pada Jumat (30/12/2022) menggantikan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK pada November 2020.

Pada amar putusannya MK juga menilai, metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas apakah metode tersebut merupakan pembuataan UU baru atau melakukan revisi.

Selain itu pada proses pembentukannya, UU Cipta Kerja tidak memegang asas keterbukaan pada publik meski pemerintah dan DPR mengklaim sudah melakukan beberapa pertemuan dengan beberapa pihak.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini