Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Kemanan Mahfud MD mengatakan pemerintah telah menyiapkan dua langkah untuk menjamin proses pemulihan korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu efektif.
Pertama, kata dia, dalam waktu dekat akan digelar rapat kabinet khusus untuk membicarakan pemulihan tersebut.
Dalam rapat tersebut, kata dia, akan dibagi tugas kepada kementerian dan lembaga terkait berdasarkan rekomendasi Tim PPHAM.
"Kita bagi tugasnya dan diberi target waktu," kata Mahfud di kanal Youtube Kemenko Polhukam RI pada Kamis (12/1/2023).
Kedua, lanjut Mahfud, apabila target tidak berjalan maka pemerintah akan membentuk Satuan Tugas (Satgas) yang bertugas untuk memastikan proses pemulihan korban dan keluarga korban berjalan.
Satgas tersebut, kata Mahfud, nantinya akan melaporkan kepada presiden setiap pelaksanaan, perkembangan, dan kendala dalam pelaksanaan pemulihan terhadap korban dan keluarga korban.
Sementara ini, kata dia, Satgas tersebut akan berkantor di lingkungan kantor Kemenko Polhukam RI di Jakarta Pusat.
Baca juga: SETARA Institute Sesalkan Pengakuan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Tanpa Pengungkapan Kebenaran
"Kita bantu karena ini bentuknya koordinasi. Itu pun nanti kita usulkan alternatif-alternatif pembanding kepada presiden, siapa orangnya dan tempatnya di mana untuk mengawal ini," kata Mahfud.
Diberitakan sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui secara resmi terjadinya berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu.
Presiden mengakui adanya pelanggaran HAM setelah menerima laporan akhir Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, (11/1/2023).
“Saya telah membaca dengan seksama laporan dari Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat yang dibentuk berdasarkan keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022,” katanya.
“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus saya sebagai kepala negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa,” katanya.
Sebelumnya negara belum pernah mengakui adanya pelanggaran HAM berat di masa lalu.