Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membeberkan jumlah korban pelanggaran HAM berat.
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengatakan sedikitnya 6 ribu berkas korban pelanggaran HAM berat telah diverifikasi oleh Komnas HAM.
"Dan itu sudah diberikan kepada korban. Tentu kita bicara jumlah korban yang jauh lebih besar dari 6 ribu itu," kata Atnime di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (16/1/2023).
Baca juga: YLBHI Prediksi Pengakuan Jokowi soal 12 Kasus Pelanggaran HAM Berat Berujung Ilusi dan Retorika
Untuk itu, Atnike mendukung tindak lanjut upaya-upaya pemulihan bagi korban.
"Kami siap mendukung pemerintah untuk upaya-upaya verifikasi korban agar mereka mendapatkan status yang resmi dan mendapatkan haknya," kata dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan membentuk Satgas untuk mengevaluasi dan memantau pelaksanaan rekomendasi dari Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM).
Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Polhukam Mahfud MD usai rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, (16/1/2023).
Baca juga: Jokowi Tugaskan Menteri PUPR Perbaiki Infrastruktur Hingga Rumah Korban Pelanggaran HAM Berat
“Selain inpres untuk membagi tugas kepada 17 kementerian dan lembaga nonkementerian tadi, presiden juga akan membentuk Satgas baru yang akan mengevaluasi dan mengendalikan pelaksanaan dari setiap rekomendasi ini,” kata Mahfud.
Satgas tersebut kata Mahfud saat ini sedang dirancang. Paling lambat Satgas akan diumumkan akhir Januari oleh Presiden Jokowi.
“Ini semuanya masih diracnang, mungkin tidak akan lewat dari akhir Januari ini nanti sudah diumumkan oleh Presiden,” katanya.
Pemerintah baru menjalankan 1 dari 11 rekomendasi PPHAM. Rekomendasi utama yang telah dijalankan oleh pemerintah yakni mengakui adanya pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Adapun 11 rekomendasi tim PPHAM kepada pemerintah terkait pelanggaran HAM Berat di masa lalu yakni:
1. Menyampaikan pengakuan dan penyesalan atas terjadinya pelanggaran HAM yang berat masa lalu.
2. Melakukan tindakan penyusunan ulang sejarah dan rumusan peristiwa sebagai narasi sejarah versi resmi negara yang berimbang seraya mempertimbangkan hak-hak asasi pihak-pihak yang telah menjadi korban peristiwa.
3. Memulihkan hak-hak para korban atas peristiwa pelanggaran HAM yang berat lainnya yang tidak masuk dalam cakupan mandat Tim PPHAM.
4. Melakukan pendataan kembali korban.
Baca juga: LPSK: Permohonan Perlindungan Terkait Pencucian Uang hingga Pelanggaran HAM Berat Meningkat di 2022
5. Memulihkan hak korban dalam dua kategori, yakni hak konstitusional sebagai korban; dan hak-hak sebagai warga negara.
6. Memperkuat penunaian kewajiban negara terhadap pemulihan korban secara spesifik pada satu sisi dan penguatan kohesi bangsa secara lebih luas pada sisi lainnya. Perlu dilakukan pembangunan upaya-upaya alternatif harmonisasi bangsa yang bersifat kultural.
7. Melakukan resosialisasi korban dengan masyarakat secara lebih luas.
8. Membuat kebijakan negara untuk menjamin ketidakberulangan peristiwa pelanggaran HAM yang berat melalui:
a. Kampanye kesadaran publik.
b. Pendampingan masyarakat dengan terus mendorong upaya untuk sadar HAM, sekaligus untuk memperlihatkan kehadiran negara dalam upaya pendampingan korban HAM.
c. Peningkatan partisipasi aktif masyarakat dalam upaya bersama untuk mengarusutamakan prinsip HAM dalam kehidupan sehari-hari.
d. Membuat kebijakan reformasi struktural dan kultural di TNI/Polri.
9. Membangun memorabilia yang berbasis pada dokumen sejarah yang memadai serta bersifat peringatan agar kejadian serupa tidak akan terjadi lagi di masa depan.
10. Melakukan upaya pelembagaan dan instrumentasi HAM. Upaya ini meliputi ratifikasi beberapa instrumen hak asasi manusia internasional, amandemen peraturan perundang-undangan, dan pengesahan undang-undang baru.
Baca juga: Pemerintah Siapkan 2 Langkah Jamin Proses Pemulihan Korban Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Efektif
11. Membangun mekanisme untuk menjalankan dan mengawasi berjalannya rekomendasi yang disampaikan oleh Tim PPHAM.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui secara resmi terjadinya berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu. Presiden mengakui adanya pelanggaran HAM setelah menerima laporan akhir Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, (11/1/2023).
“Saya telah membaca dengan seksama laporan dari Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat yang dibentuk berdasarkan keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022,” katanya.
“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus saya sebagai kepala negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa,” katanya.
Sebelumnya negara belum pernah mengakui adanya pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Presiden sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran HAM yang berat tersebut. Peristiwa yang diakui sebagai pelanggaran HAM Berat diantaranya yakni:
1) Peristiwa 1965-1966,
2) Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985,
3) Peristiwa Talangsari, Lampung 1989,
4) Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989,
5) Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998,
6) Peristiwa Kerusuhan Mei 1998,
7) Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999,
8) Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999,
9) Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999,
10) Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002,
11) Peristiwa Wamena, Papua 2003, dan
12) Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.