News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Mendagri Minta Kepala Daerah Jangan Diselidiki, ICW: Buka Data KPK, Siapa Paling Banyak Korupsi

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian (kanan) bersama Wakil Menteri Dalam Negeri, John Wempi mengikuti rapat kerja dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/1/2023). Rapat kerja tersebut membahas tahapan Pemilu serentak 2024. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Jenderal (Purn) Tito Karnavian meminta supaya aparat penegak hukum (APH) tidak menyelidiki atau memanggil kepala daerah.

Menurut Indonesia Corruption Watch (ICW), pernyataan mantan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) itu janggal dan keliru.

Sebab, berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tingkat korupsi justru paling banyak datangnya dari kepala daerah.

"ICW menyarankan kepada saudara Tito Karnavian untuk membuka data KPK terkait dengan fenomena maraknya korupsi politik di Indonesia. Bisa dibayangkan, sejak 2004 hingga 2022 setidaknya ada 178 kepala daerah diproses hukum oleh KPK," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana lewat keterangan tertulis, Kamis (26/1/2023).

"Ini menandakan praktik korupsi di daerah terbilang akut, kronis, dan mengkhawatirkan," imbuhnya.

Kurnia meminta Tito untuk meluruskan logika berpikir.

Sebab, dengan melakukan penyelidikan, kata Kurnia, penyidikan dan penuntutan terhadap kepala daerah yang melakukan kejahatan, justru rakyat diuntungkan karena terbebas dari pemimpin korup.

"Ada sejumlah regulasi yang juga harus dibaca secara utuh oleh saudara Tito berkaitan dengan pernyataannya agar tidak terulang pada masa mendatang," katanya.

Pertama, diuraikan Kurnia, terkait Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa seluruh rakyat sama kedudukannya di hadapan hukum.

"Ini menandakan, apapun jabatannya, baik kepala daerah atau Presiden sekalipun, tidak diperkenankan mendapatkan perlakuan khusus dari aparat penegak hukum," jelasnya.

Baca juga: Mendagri Tito Karnavian Wanti-Wanti Anggaran Pemerintah Jangan Sampai Bocor

Kedua, lanjut Kurnia, konsiderans huruf a UU Tipikor mengatakan bahwa tindak pidana korupsi mengakibatkan terhambatnya pembangunan nasional.

"Dari sana, logika yang benar, jika ingin pembangunan berlangsung baik, maka pemberantasan korupsi harus ditingkatkan, baik pencegahan maupun penindakan, bukan malah mengarahkan pada pendampingan," ujar dia.

Ketiga, sebut Kurnia, batasan tindakan yang diperbolehkan dilakukan oleh kepala daerah sudah tertuang jelas di dalam peraturan perundang-undangan.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini