News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Suap Jual Beli Jabatan di Pemkab Bangkalan, KPK Periksa Kabag Protokoler dan Komunikasi

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bupati Bangkalan, Abdul Latif Amin Imron (berpeci) bersama tersangka lainnya mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (7/12/2022) malam. KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Erwin Yoesoef, sebagai saksi dalam kasus dugaan suap jual beli jabatan di Pemkab Bangkalan, Jawa Timur.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Kabag Protokoler dan Komunikasi Kabupaten Bangkalan, Erwin Yoesoef, Senin (30/1/2023).

Erwin akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap jual beli jabatan di Pemkab Bangkalan, Jawa Timur, untuk tersangka Bupati nonaktif Bangkalan R. Abdul Latif Amin Imron (RALAI) dkk.

"Pemeriksaan dilakukan di Kantor KPK RI, atas nama Erwin Yoesoef, Kabag Protokoler dan Komunikasi Pimpinan Kab. Bangkalan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Senin (30/1/2023).

KPK diketahui telah menjerat enam tersangka kasus jual beli jabatan di Pemkab Bangkalan.

Baca juga: KPK Duga Ada Aliran Uang dari Bupati Bangkalan Abdul Latif ke KPUD untuk Rekayasa Hasil Survei

Keenam tersangka itu yakni, Bupati Bangkalan, Abdul Latif Amin Imron; Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur, Agus Eka Leandy; Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Wildan Yulianto; Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Achmad Mustaqim; Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Hosin Jamili; dan Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja, Salman Hidayat.

Keenam tersangka itu telah ditahan penyidik pada Kamis (8/12/2022) dini hari.

Abdul Latif Amin Imron ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih.

Agus Eka Leandy; Wildan Yulianto; dan Achmad Mustaqim ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.

Sementara Hosin Jamili dan Salman Hidayat ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1 gedung ACLC.

Dalam konstruksi perkara, Abdul Latif Amin Imron pada periode 2019-2022 disebut membuka formasi seleksi pada beberapa posisi ditingkat Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) termasuk promosi jabatan untuk eselon 3 dan 4.

Melalui orang kepercayaannya, Abdul Latif meminta komitmen fee berupa uang pada setiap ASN yang berkeinginan untuk bisa dinyatakan terpilih dan lulus dalam seleksi jabatan tersebut.

"Adapun ASN yang mengajukan diri dan sepakat untuk memberikan sejumlah uang sehingga dipilih dan dinyatakan lulus oleh tersangka RALAI yaitu tersangka AEL, tersangka WY, tersangka AM, tersangka HJ, dan tersangka SH," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers penahanan Abdul Latif Dkk.

Besaran komitmen fee yang diberikan melalui orang kepercayaan Abdul Latif berfariasi. Hal ini sesuai dengan posisi jabatan yang diinginkan.

"Untuk dugaan besaran nilai komitmen fee tersebut dipatok mulai dari Rp 50 juta sampai dengan Rp 150 juta yang teknis penyerahannya secara tunai melalui orang kepercayaan dari tersangka Abdul Latif," ujar Firli.

Baca juga: KPK akan Usut Aliran Uang Suap Bupati Bangkalan ke Lembaga Survei

Abdul Latif selain itu juga diduga menerima sejumlah uang lantaran turut serta dan ikut campur dalam pengaturan beberapa proyek di seluruh Dinas di Pemkab Bangkalan.

"Dengan penentuan besaran fee sebesar 10 persen dari setiap nilai anggaran proyek," kata dia.

"Jumlah uang yang diduga telah diterima tersangka RALAI melalui orang kepercayaannya sejumlah sekitar Rp5,3 miliar. Sedangkan penggunaan uang-uang yang diterima tersangka RALAI tersebut diperuntukkan bagi keperluan pribadi, diantaranya untuk survey elektabilitas," ujar Firli.

Atas perbuatannya, Abdul Latif yang dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Sementara tersangka AEL, WY, AM,HJ, dan SH sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam pengusutan kasus ini, KPK telah menyita uang senilai Rp1,5 miliar. Uang yang disita itu nantinya akan dijadikan alat bukti tambahan untuk memperkuat bukti rasuah Abdul Latif.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini