Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan atau obstraction of justice tewasnya Brigadir J yakni Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria tak membacakan nota pembelaan atau pleidoi secara langsung, dan memilih langsung menyerahkannya ke majelis hakim.
Hal itu diutarakan langsung oleh tim kuasa hukum kedua terdakwa dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (3/2/2023).
Mulanya, Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Selatan Ahmad Suhel menanyakan soal ada atau tidaknya pleidoi dari kedua terdakwa usai tim kuasa hukum membacakan nota pembelaan secara langsung.
"Ada pembelaan pribadi dari masing-masing terdakwa?" tanya Hakim Suhel dalam persidangan.
"Untuk terdakwa Hendra Kurniawan dan Terdakwa Agus Nurpatria sebenernya ada pembelaan pribadi akan tetapi dianggap dibacakan dan akan disampaikan langsung kepada yang mulia," kata Brian Pranenda.
"Ada di dalamnya?" tanya lagi majelis hakim.
"Ada," tukas Brian.
Sebelumnya, Tim kuasa hukum terdakwa Agus Nurpatria Adi Purnama membacakan nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan pidana 3 tahun penjara dalam perkara dugaan perintangan penyidikan atau obstraction of justice kasus tewasnya Brigadir J.
Dalam pleidoi yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (3/2/2023), tim kuasa hukum Agus meminta agar majelis hakim memutus kliennya dibebaskan.
Sebab menurut kuasa hukum Agus Nurpatria, kliennya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan terganggunya sistem elektronik sebagaimana pasal yang dituntut.
Baca juga: Hakim Tegur Kuasa Hukum Hendra Kurniawan karena Salah Ketik Nama Kliennya Jadi Hendra Kusuma
"Membebaskan terdakwa Agus Nurpatria Adi Purnama dari segala tuntutan hukum atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa Agus Nurpatria Adi Purnama dari segala tuntutan hukum," kata tim kuasa hukum Agus Nurpatria dalam pleidoinya.
Tak hanya itu, tim kuasa hukum Agus Nurpatria juga meminta agar nama baik kliennya dapat dipulihkan terlebih saat sudah terlibat dalam perkara tersebut.
"Mengembalikan dan memulihkan nama baik, hak-hak Agus Nurpatria Adi Purnama dalam kemampuan, kedudukan, serta harkat dan martabatnya," tuturnya.
Sebagai informasi, dalam perkara perintangan penyidikan tewasnya Brigadir J, jaksa penuntut umum sudah menuntut enam terdakwa dengan pidana penjara dan juga denda.
Tuntutan terhadap enam terdakwa OOJ dibacakan dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (27/1/2023).
Keenam terdakwa itu merupakan mantan anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri), yaitu: Mantan Karo Paminal Divropam, Hendra Kurniawan; Mantan Kaden A Ropaminal Divpropam, Agus Nurpatria; Mantan Wakaden B Biro Paminal Propam Polri, Arif Rachman Arifin, Mantan Staf Pribadi (Spri) Ferdy Sambo, Chuck Putranto; Mantan Kasubbagriksa Baggak Etika Rowabprof Divpropam, Baiquni Wibowo; dan Mantan Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim, Irfan Widyanto.
Mereka telah dituntut hukuman penjara dengan durasi kurungan yang berbeda.
Untuk terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria jaksa menuntut keduanya dengan tuntutan tertinggi dari terdakwa lain, yakni tiga tahun penjara.
Kemudian Chuck Putranto dan Baiquni Wibowo dituntut dua tahun penjara.
Sementara Arif Rachman Arifin dan Irfan Widyanto telah dituntut dengan pidana penjara terendah di antara para terdakwa OOJ, yakni satu tahun penjara.
Tuntutan penjara itu belum termasuk pengurangan masa penahanan yang telah dijalani mereka sebagai tersangka.
"Menjatuhkan kepada terdakwa dengan pidana penjara dikurangi masa tahanan dan perintah agar tetap ditahan," kata jaksa penuntut umum dalam persidangan, Jumat (27/1/2023).
Diketahui, para terdakwa telah menjadi tahanan sejak ditetapkan sebagai tersangka pada Agustus 2022 lalu.
Artinya, jika Majelis Hakim mengabulkan tuntutan JPU, maka hukuman penjara para terdakwa berkurang lima bulan.
Tak hanya hukuman penjara, para terdakwa OOJ juga dituntut untuk membayar denda puluhan juta rupiah.
Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria merupakan terdakwa yang dituntut membayar denda tertinggi, sebesar Rp 20 juta.
Sementara empat lainnya dituntut membayar denda Rp 10 juta.
Kemudian para terdakwa juga dituntut membayar biaya administrasi perkara sebesar Rp 5 ribu.
Dalam tuntutannya, tim JPU menyebut bahwa para terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum yang menybabkan terganggunya sistem elektronik.
Oleh sebab itu, JPU memohon agar Majelis Hakim menetapkan bahwa para terdakwa bersalah dalam putusan nanti.
"Menuntut agar supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindak apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik," ujar jaksa penuntut umum.
JPU pun telah menuntut para terdakwa berdasarkan dakwaan primer, yaitu Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.