Dalam pledoinya, Irfan meminta majelis hakim membebaskannya dari segala dakwaan jaksa dalam perkara obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus kematian Brigadir Yosua.
"Saya mohon dari lubuk hati yang paling dalam atas kebijaksanaan dan kearifan majelis hakim yang saya muliakan, bahwa keputusan majelis hakim yang terhormat akan menjadi tolok ukur bagi Komisi Kode Etik Profesi Polri terkait apakah saya masih pantas mengabdi untuk negara dengan tetap menjadi seorang Prajurit Bhayangkara," kata Irfan.
"Dengan mendasari kepada perbuatan saya, alasan, situasi dan kondisi serta Sidang Kode Etik Profesi yang akan saya hadapi setelah mendapatkan putusan dari majelis hakim yang terhormat, mohon agar majelis hakim yang saya muliakan dapat menyatakan saya tidak bersalah dan membebaskan saya dari semua dakwaan yang didakwakan kepada saya," sambungnya.
Irfan pun berharap dapat segera kembali bertugas sebagai anggota Polisi. Sebagaimana ia mengabdi selama 18 tahun.
Masih dalam pledoinya, Irfan menegaskan tidak punya niat, kemauan dan pengetahuan untuk melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya.
Irfan didakwa berperan mengamankan DVR CCTV di Kompleks Polri Duren Tiga di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo pada 9 Juli 2022.
"Apa yang saya lakukan semata-mata melaksanakan apa yang diperintahkan oleh atasan saya baik langsung maupun tidak langsung yang merupakan perintah yang benar untuk dilaksanakan dengan tujuan untuk membantu Penyidik Polres Metro Jakarta Selatan dalam menangani perkara tembak menembak antara ajudan Kadiv Propam yang menyebabkan tewasnya Almarhum Brigadir Yosua Hutabarat," kata Irfan.
Di sisi lain Irfan juga menceritakan bagaimana perjuangan dia untuk menjadi seorang perwira polisi kepada majelis hakim.
"Saya hanyalah anak seorang buruh pabrik yang bermimpi pun tidak berani untuk menjadi polisi. Karier saya dimulai dari bawah dari seorang bintara tahun 2004," kata Irfan.
Dia mengaku mendapatkan prestasi KPLB (Kenaikan Pangkat Luar Biasa) atas kinerjanya. Sehingga bisa mengenyam pendidikan di Akpol dan menjadi seorang perwira.
"Atas usaha saya yang terus menerus untuk bekerja dengan baik serta doa dan harapan kedua orang tua saya yang tulus dan tanpa henti, telah membawa saya sampai menjadi seorang perwira Polri," ungkapnya.
"Seorang alumni Akademi Kepolisian yang lulus dengan predikat lulusan terbaik. Saya selalu menjunjung tinggi ajaran orang tua saya bahwa kejujuran adalah yang utama, karena kalau hanya kebodohan pasti bisa diperbaiki, kesuksesan bisa digapai dengan usaha keras, namun kebohongan adalah sumber petaka," sambungnya.
Atas pesan orangtuanya tersebut, Irfan mengaku selalu menjalankan tugas dengan baik.
"Tidak ada artinya manusia dengan harta kekayaan, dengan pangkat dan jabatan yang tinggi, namun tidak jujur. Dengan demikian saya selalu menjalankan tugas dengan sangat hati-hati, demi menjaga nama baik institusi tempat saya mengabdi," ujarnya.
Di akhir pledoinya Irfan berpesan kepada keluarganya agar tetap tegar menghadapi cobaan atas terjeratnya ia dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua.
"Kepada istri dan anak-anak, kalian harus tetap tabah dan kuat menghadapi semua ini," kata Irfan.
Ia juga menyebut cobaan ini merupakan risiko dari tugas yang kini harus ia hadapi.
"Seperti yang Papa selalu bilang kepada kalian bahwa setiap tugas mempunyai risiko, dan inilah risiko tugas yang harus Papa hadapi. Terima kasih untuk keluargaku tercinta, Kalian Hebat!" ucap dia.
Merasa Tertipu Ferdy Sambo
Dalam kasus ini Adhi Makayasa Akpol 2010 itu merasa tertipu dan terjerumus ke dalam polemik oleh mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.