TRIBUNNEWS.COM - Sosok Bripka Madih menjadi sorotan beberapa waktu belakangan.
Bripka Madih dikenal publik lewat sebuah video yang memperlihatkan dirinya tengah marah-marah lantaran kasus sengketa tanah.
Bukan tanpa alasan, luapan kemarahannya karena saat melaporkan kasus sengketa tanah tersebut, anggota Provost dari Polsek Jatinegara Jakarta Timur ini mengaku diperas oleh penyidik sebesar Rp 100 juta serta harus disediakan tanah seluas 1.000 meter agar laporannya ditindaklanjuti.
Seiring viralnya video tersebut, Polda Metro Jaya pun angkat bicara dan melakukan penyelidikan.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko pun membeberkan fakta-fakta terbaru terkait kasus sengketa tanah yang dilaporkan Bripka Madih ini dalam konferensi pers, Jumat (3/2/2023).
Pada kesempatan yang sama, Kabid Propram Polda Metro Jaya, Kombes Pol Bhirawa Braja Paksa juga mengungkapkan fakta lain soal sosokĀ Bripka Madih ini.
Baca juga: Pemeriksaan Bripka Madih dan Penyidik yang Diduga Memeras Akan Libatkan Propam Polda Metro Jaya
Bhirawa menyebut Bripka Madih diduga telah melakukan pelanggaran kode etik.
Tak hanya itu, dirinya juga menjelaskan bahwa Bripka Madih pernah dilaporkan terkait dugaan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Selengkapnya, berikut fakta-fakta terbaru terkait kasus Bripka Madih yang justru berbuntut panjang.
1. Mengaku Diperas Penyidik
Dilansir Serambinews.com, Bripka Madih mengaku diperas penyidik dengan dimintai uang Rp 100 juta saa melaporkan kasus sengketa tanah.
Tak hanya itu, dirinya juga mengatakan sempat dimintai lahan seluar Rp 1.000 meter oleh penyidik dari Polda Metro Jaya tersebut.
"Dia berucap minta Rp 100 juta dan hadiah tanah 1.000 meter. Tidak cukup sampai disitu, oknum penyidik itu juga menghina keluarga saya, katanya tidak berpendidikan," ceritanya.
Adapun kasus sengketa tanah yang dilapokran Bripka Madih yakni terkait dugaan penyerobotan tanah oleh perusahaan pengembangan perumahan dan makelar tanah.
Bripka Madih mengungkapkan tanah berdokumen girik nomor C815 seluas 2.954 meter persegi diserobot oleh sebuah perusahaan pengembang perumahan.
Sementara tanah berdokumen girik C.191 seluas 3.600 meter persegi diduga diserobot makelar tanah.
"Penyerobotan tanah ini terjadi sebelum saya jadi anggota polisi. Tapi ternyata makin menjadi setelah saya masuk satuan bhayangkara dan ditugaskan di Kalimantan Barat," kata dia.
2. Polda Metro Sebut Tak Ada Pelanggaran Hukum
Trunoyudo menjelaskan bahwa kasus sengketa tanah yang dilaporkan Madih tidak ditemukan adanya perbuatan melawan hukum.
Adapun kesimpulan tersebut didapatkan dari beberapa bukti terkait pelaporan kasus serupa oleh orang tua Bripka Madih pada tahun 2011.
Trunoyudo mengatakan ibu Bripka Madih, Halimah pernah melaporkan bahwa ada kasus sengketa tanah seluas 1.600 meter persegi ke Polda Metro Jaya.
"(Laporan) pertama di tahun 2011, atas nama pelapornya Ibu Halimah, ibunya Madih. Pada pelaporan ini disampaikan adalah fakta terkait dengan tanah seluas 1.600 meter persegi dilaporkan ke Polda Metro Jaya girik 191."
"Namun tadi kita dengar yang bersangkutan menyampaikan ke media mengatakan 3.600 meter persegi. Faktanya adalah 1.600 (meter persegi)," ujarnya dalam konpers yang digelar di Polda Metro Jaya, Jumat (3/2/2023) di YouTube Kompas TV.
Baca juga: Polda Metro Ungkap Sosok Bripka Madih, Dua Kali Dilaporkan ke Propam Terkait Kasus KDRT
Kemudian, Trunoyudo mengatakan adanya bukti ayah Bripka Madih, Tonge telah menjual tanah miliknya dalam rentang tahun antara 1972-1992.
Fakta tersebut, katanya, berdasarkan pemeriksaan Inafis terkait cap jempol dalam akta jual beli (AJB) tanah tersebut.
Cap jempol tersebut, lanjut Trunoyudo, identik dengan sidik jari milik Tonge.
"Dalam hal ini AJB dilakukan (pemeriksaan) oleh Inafis seksi identifikasi melalui metode (pemeriksaan) cap jempol pada AJB tersebut identik. Ini Fakta hukum yang didapat penyidik," jelasnya.
"Fakta identik ini, (tanah) dijual oleh Tonge, merupakan ayah dari Madih yang dijual sejak tahun 1979 sampai dengan 1992. Pada saat penjualan orang tuanya atau ayahnya, yang bersangkutan (Madih) kelahiran '78, berarti (Madih) masih kecil (saat itu)," sambungnya.
Dengan adanya fakta hukum ini, Trunoyudo menegaskan akan melakukan konfrontir kepada Bripka Madih terkait kasus ini.
"Dalam proses ini penyidik sudah melakukan langkah, belum ditemukan perbuatan adanya suatu perbuatan melawan hukum. Ini LP (Laporan Polisi) tahun 2011 yang dilaporkan di Polda Metro Jaya."
"Nalar logika kita ketika ada statemen 'diminta hadiah 1.000 meter persegi', sedangkan sisanya 516 (meter persegi) ini butuh konfrontir, kita akan lakukan itu," bebernya.
Diduga Langgar Etik karena Pasang Plang di Perumahan Bekasi
Pada kesempatan yang sama, Kabid Propam Polda Metro Jaya Kombes Bhirawa Braja Paksa menyebut Bripka Madih diduga telah melanggar etik sebagai anggota Polri.
Dugaan tersebut, kata Bhirawa, lantaran Bripka Madih memasang plang di perumahan di Bekasi serta membawa massa ke lokasi tersebut.
"Kemudian yang bersangkutan juga memasang sebuah plang, kemudian yang bersangkutan juga berada di tempat yang tidak semestinya bersama-sama dengan beberapa orang. Oleh sebab itu, sebagai anggota Polri, tentu diatur oleh aturan, di mana ada aturan mengenai sikap kelembagaan dan kemasyarakatan," jelasnya.
Pendudukan lahan dengan memasang plang dan membawa massa itu membuat Bripka Madih dilaporkan oleh pelapor bernama Viktor Haloho pada 31 Januari 2023 lalu lantaran mengganggu ketertiban masyarakat.
Baca juga: Duduk Perkara Kasus Bripka Madih yang Diduga Diperas Penyidik saat Laporkan Sengketa Tanah
Bhirawa mengatakan Bripka Madih diduga melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Polri, Pasal 13 huruf E ayat 1 paragraf 4 Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) dan Komisi Kode Etik Profesi Polri (KKEP).
Buntut pelaporan tersebut, Bhirawa menyebut akan memeriksa Bripka Madih lantaran masih menjadi anggota Polri aktif.
"Tentu ada aturan-aturan yang harus dipatuhi dalam setiap melakukan kegiatan. Apapun itu, jadi anggota Polri diatur, tidak boleh bersikap atau berperilaku di luar aturan yang ada, apalagi melanggar."
"Apapun itu dan tentunya semua itu, kita lakukan pendalaman pemeriksaan secara obyektif, dan profesional serta transparan," tegasnya.
Dilaporkan 2 Istrinya atas Dugaan KDRT
Bripka Madih juga pernah dilaporkan oleh istri pertamanya berinisial SK atas dugaan KDRT.
Pelaporan pertama dilayangkan pada tahun 2014 dan diproses sehingga berujung putusan pelanggaran disiplin dalam sidang Kode Etik Profesi Polri tahun 2022.
"Istri sahnya atas nama SK sudah cerai pertama, terkait KDRT ini 2014 dan putusanya melalui hukuman putusan pelanggaran disiplin," ujar Trunoyudo.
Setelah bercerai dengan SK, Bripka Madih pun menikah lagi dengan wanita berinisial SS.
Namun, Bripka Madih dilaporkan oleh SS dengan kasus yang sama seperti istri pertamanya pada Agustus 2022.
Baca juga: SOSOK Bripka Madih, Anggota Provost Polri yang Mengaku Jadi Korban Pemerasan oleh Sesama Polisi
Laporan tersebut pun diterima Polsek Pondok Gede dengan laporan LP B/661/VIII/2022 soal pelanggaran kode etik.
Tak hanya itu, pernikahan kedua Bripka Madih ternyata tidak pernah dilaporkan ke institusi Polri sehingga mengakibatkan istri keduanya tidak memperoleh tunjangan kedinasan.
"Pada 22 Agustus 2022 dilaporkan lagi oleh istrinya yang kedua yang tidak dimasukkan atau dilaporkan secara kedinasan."
"Artinya mengadukan tidak mendapat tunjangan secara kedinasan," ujar Trunoyudo.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Serambinews.com/Faisal Zamzami)(YouTube Kompas TV)
Artikel lain terkait Polisi Peras Polisi