News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dituntut 10 Tahun Terkait Kasus Korupsi Alih Fungsi Lahan, Ini Respons Eks Bupati Inhu Raja Thamsir

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sidang lanjutan pemeriksaan saksi perkara dugaan korupsi alih fungsi lahan di Indragiri Hulu (Inhu), Riau, dengan terdakwa mantan Bupati Inhu, Raja Thamsir Rachman dan Pemilik PT Duta Palma Group, Surya Darmadi alias Apeng, PN Jakpus, Rabu (30/11/2022).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) menuntut agar mantan Bupati Indragiri Hulu (Inhu) Riau, Raja Thamsir Rachman, dihukum 10 tahun penjara. 

Selain itu, Raja Thamsir juga dituntut untuk membayar denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Jaksa menyebut Raja Thamsir Rachman terbukti turut serta dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.

Raja Thamsir diyakini terbukti melakukan korupsi terkait alih fungsi lahan di Indragiri Hulu, Riau.

Merespons tuntutan 10 tahun itu, Raja Thamsir Rachman melalui kuasa hukumnya, Handika Honggowongso, mengatakan bahwa tuntutan tersebut terlalu berat.

"Saat ini usia RTR itu hampir 75 tahun, jadi itu tuntuan terasa berat sekali, harusnya JPU mengajukan tuntutan bebas terhadap RTR. Sebab actus reus berupa pemberian izin lokasi dan izin usaha kebun sawit ke grup usaha Duta Palma adalah sudah benar, hal itu sesuai dengan keterangan ahli dan saksi yang dihadirkan JPU sendiri di persidangan," kata Handika melalui keterangan tertulis, Selasa (7/2/2023).

Adapun saksi yang dimaksud adalah Mulya Pradata dari Planologi Kementerian kehutanan dan Lingkungan Hidup; Prof. Subarudin M. Wood dari Badan Riset dan Inovasi Nasional; Prof. Bambang Heru Saharjo dari IPB; serta Herban Heyandana, Direktur Planologi Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.

"Dan juga berdasar peraturan berlaku dinyatakan izin lokasi dan izin usaha kebun sawit itu tidak berlaku sebagai izin pemanfaatan kawasan hutan, merupakan syarat adminitrasi untuk mengajukan permohonan pelepasan kawasan hutan ke Menteri Kehutanan dan syarat administrasi permohonan HGU ke BPN," kata Handika.

"Jadi, untuk menerbitkan izin lokasi dan izin usaha kebun sawit tidak perlu ada dulu pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan. Sebelum ada pelepasan dari Menteri Kehutanan dan terbit HGU belum boleh melakukan kegiatan pembangunan dan penanaman sawit, dan dalam izin perkebunan yang diberikan disyaratkan supaya mematuhi aturan di bidang kehutanan atau pemberesan hak tanah terlebih dahulu," tambahnya.

Terlebih jika dilihat dari perspektif tata ruang, sambung Handika, bahwa lokasi perkebunan Duta Palma Grup di atas menurut tata ruang wilayah Provinsi Riau yang diatur dalam Perda Nomor 10 Tahun 1994 berada di kawasan pengembangan perkebunan, sedang menurut menteri kehutanan berada di kawasan hutan industri dan APL.

Baca juga: Kasus Surya Darmadi: Eks Petinggi Dinas Kehutanan Ungkap Pertemuan dengan Bupati Indragiri Hulu 

Ia mengatakan, jika dihubungkan dengan Perppu Cipta Kerja, terlihat JPU melakukan pembangkangan atas perintah UU/Perppu Cipta Kerja.

Sebab, aktivitas pembangunan dan penanaman sawit termasuk pembangunan pabrik pengolah kelapa sawit oleh perusahan perusahaa tersebut dimulai tahun 2009, setelah Raja Thamsir Rachman tidak menjabat Bupati Indragiri Hulu karena mengundurkan diri tahun 2008.

Handika menyebut, keterlanjuran pembangunan kebun sawit oleh perusahaan Duta Palma Grup atas perintah Pasal 110A dan 120B Perppu Cipta Kerja jo peraturan pelaksanaan penyelesainnya tidak boleh dituntut secara pidana termasuk dengan tipikor.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini