Saat itu, Putri Candrawathi juga turut mendengar skenario yang dibuat oleh Ferdy Sambo terkait alasan Brigadir J tewas.
Tak hanya itu, dia juga terlibat dalam CCTV di rumah dinas hingga pemakaian sarung tangan saat eksekusi Brigadir J.
Singkat cerita, Sambo pun telah terlebih dahulu melucuti senjata api milik Brigadir J dengan melalui tangan Bripka RR.
Diam-diam Bripka RR menyimpan senjata api Brigadir J di mobil Lexus milik Sambo.
Lalu, Bharada E diperintahkan Ferdy Sambo untuk mengambil senjata itu di mobil tersebut.
Lalu, dia membawakan senjata tersebut ke hadapan Sambo yang berada di lantai 3.
"Saksi Richard Eliezer telah melihat Ferdy Sambo telah menggunakan sarung tangan warna hitam sebagai bagian dari persiapan pelaksanaan merampas nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat," ungkap JPU.
Rencana pembunuhan berencana pun dimulai. Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi saling bekerja sama menggiring agar Brigadir J menuju lokasi pembunuhan yang juga di rumah dinasnya di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Ferdy Sambo dan Putri mengajak Brigadir J, Bripka RR, Kuat Maruf hingga Bharada E ke rumah dinasnya. Alasannya, mereka harus menjalani isolasi mandiri (isoman) seusai menjalani swab PCR usai perjalanan dari Magelang.
"Padahal saksi Ricky Rizal dan Kuat Maruf tidak melakukan test PCR karena akan kembali ke Magelang, akantetapi turut mendukung kehendak bersama terdakwa Ferdy Sambo untuk merampas nyawa korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat," jelas JPU.
Sesampainya di Duren Tiga, mereka pun mulai menjalankan rencana pembunuhan terhadap Brigadir J.
Adapun Brigadir J turun terlebih dahulu turun dari mobil dan membuka pagar rumah.
Lalu, Putri Candrawathi turun dari mobil yang lalu diikuti oleh Kuat Maruf masuk ke dalam rumah dinas lewat garasi menuju dapur.
Sedangkan, Bripka Ricky Rizal tetap berada di garasi halaman rumah tersebut.