News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Tembak Polisi

Soal Bisa atau Tidaknya KUHP Baru Jadi Juru Selamat Ferdy Sambo dari Vonis Mati, Ini Kata Para Tokoh

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Nuryanti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo, saat akan menjalani sidang vonis kasus pembunuhan berencana Yosua Hutabarat (Brigadir J) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (13/2/2023). Simak kata para tokoh dan pakar soal bisa atau tidaknya KUHP baru jadi penyelamat Ferdy Sambo dari vonis mati.

2. Bisa Jadi Juru Selamat Jika Inkracht sebelum Januari 2026 dan Belum Dieksekusi

Ahli Hukum Pidana Dr Albert Aries di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (28/12/2022). (Tribunnews.com/Rahmat W. Nugraha)

Juru Bicara Tim Sosialisasi KUHP, Albert Aries, membeberkan soal kemungkinan Ferdy Sambo bisa lepas dari jerat hukuman mati.

Ia mengatakan aturan yang baru bisa menjadi penyelamat bagi Ferdy Sambo, jika vonis mantan Kadiv Propam Polri ini inkracht sebelum awal Januari 2026, tetapi belum dieksekusi.

Jika hal itu terjadi, kata Albert, Pasal 3 KUHP Nasional akan diberlakukan.

"Bagi terpidana mati yang perkaranya sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) sebelum awal Januari 2026 nanti (daya laku KUHP Nasional), tetapi masih belum dilaksanakan eksekusinya, maka berlakulah ketentuan Pasal 3 KUHP Nasional (lex favor reo)," kata Albert kepada Tribunnews.com melalui keterangan tertulis, Senin (13/2/2023).

Baca juga: Hakim Vonis Mati Ferdy Sambo, Jokowi: Sudah Diputuskan, Kita Harus Hormati

"Yang menyatakan dalam hal terjadinya perubahan peraturan perundang-undangan sesudah perbuatan itu terjadi, diberlakukan peraturan yang baru, kecuali peraturan yang lama 'menguntungkan' bagi pelaku," jelasnya.

Lebih lanjut, Albert mengatakan hal itu berdasarkan pada paradigma pidana mati di KUHP Nasional yang bersifat khusus dan selalu diancamkan secara alternatif untuk menjadi jalan tengah bagi kelompok pro-kontra.

Hal ini tertuang dalam Pasal 67 KUHP Nasional yang berbunyi, "Pidana yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf c merupakan pidana mati yang selalu diancamkan secara alternatif."

Karena itu, terangnya, para terpidana mati yang belum dieksekusi ketika KUHP Nasional berlaku, akan diterapkan ketentuan 'transisi' yang nantinya diatur dalam Peraturan Pemerintah untuk menghitung 'masa tunggu' yang sudah dijalani.

Serta, penilaian untuk mengetahui ada atau tidaknya perubahan sikap dan perbuatan terpuji dari terpidana mati.

"Sehingga ketentuan ini, jangan dimaknai bahwa dengan berlakunya KUHP Nasional akan membuat pelaksanaan pidana mati menjadi hapus ya, karena segala sesuatunya tetap akan dinilai secara objektif melalui assesment yang diatur dalam Peraturan Pemerintah," ujar Albert.

Di samping itu, Albert mengungkapkan, saat KUHP Nasional berlaku nanti, maka akan membuka peluang bagi terpidana mati untuk mengajukan grasi kepada presiden.

"Jikalau permohonan grasi terpidana mati itu ditolak dan pelaksanaan eksekusinya belum juga dilaksanakan dalam waktu 10 tahun, maka dengan keputusan presiden, pidana mati tersebut dapat menjadi seumur hidup (Pasal 101)," tandasnya.

Hal senada juga disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini