TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E telah resmi menjadi terpidana perkara pembunuhan berencana yang diotaki mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo.
Dalam perkara ini, Richard memperoleh vonis terendah di antara lima terdakwa, yaitu 1,5 tahun.
Vonis yang tergolong ringan itu diceritakan penasihat hukum Richard, Ronny Talapessy sebagai sebuah perjuangan yang panjang.
Perjuangan itu diawali dari pertemuannya dengan Richard pada 10 Agustus 2022.
Saat itu Ronny melihat Richard dalam kondisi terguncang secara psikis karena berada di bawah tekanan seorang jenderal. Sementara Richard hanya seorang tamtama.
"Ketika saya bertemu pertama kali dengan Richard Eliezer tanggal 10 Agustus saya melihat bahwa Richard Eliezer itu mengalami psikologi yang tertekan karena kita tahu bahwa posisinya dia pangkat paling rendah," kata Ronny dalam wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di Kantor Tribun, Kamis (2/3/2023).
Melihat kondisi seperti itu, Ronny mendatangkan psikolog agar Richard lebih tenang dan dapat menjelaskan dengan baik peristiwa yang terjadi.
Setelah lebih tenang dan dapat bercerita dengan baik, Ronny langsung menilai bahwa Richard merupakan sosok yang layak untuk dibela.
"Hari pertama ketemu Richard Eliezer, saya melihat bahwa anak ini harus dibela, dibantu," katanya.
Hal itu karena Richard berkomitmen untuk membuka perkara ini sampai terang-benderang dengan berkata jujur.
"Dia (Richard Eliezer) berkomitmen untuk berkata jujur dan saya lihat itu merupakan hal yang baik," ujar Ronny.
Sejak itulah Ronny selalu mendampingi Richard dalam menjalani proses hukum, mulai dari penyidikan hingga persidangan. Termasuk saat tim penyidik membuat berita acara pemeriksaan (BAP) bagi Richard Eliezer.
"Jadi ketika Richard mau berkata jujur, saya mendampingi. Mulai BAP, saya ikut mendampingi," kata Ronny.
Vonis 1,5 Tahun Bagi Richard Eliezer
Dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Richard Eliezer telah divonis 1,5 tahun.
Vonis terhadap Richard itu telah dibacakan Majelis Hakim dalam persidangan Rabu (15/2/2023) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa pidana 1 tahun 6 bulan," ujar Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Wahyu Iman Santoso, di dalam persidangan.
Dalam menjatuhkan putusannya, Majelis Hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan.
Hal memberatkan vonis, yaitu hubungan yang akrab dengan Yosua tidak dianggap oleh terdakwa sehingga akhirnya korban meninggal dunia.
"Hubungan yang akrab dengan korban tidak dihargai terdakwa sehingga akhirnya korban Yosua meninggal dunia," kata Hakim anggota, Alimin Ribut Sujono di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023).
Sementara hal yang meringankan vonis, terdakwa Richard Eliezer merupakan saksi pelaku yang bekerja sama, bersikap sopan di persidangan, belum pernah dihukum, terdakwa masih muda dan diharapkan dapat memperbaiki perbuatannya di kemudian hari.
Baca juga: LPSK Jelasan Penyebab Bharada E Batal Dipindahkan ke Lapas Salemba
Selain itu dalam hal yang meringankan vonis, terdakwa juga menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulangi. Keluarga korban Brigadir J juga telah memaafkan perbuatan terdakwa.
"Terdakwa adalah saksi pelaku yang bekerja sama, bersikap sopan di persidangan, terdakwa belum pernah di hukum, terdakwa masih muda dan diharapkan mampu memperbaiki perbuatannya di kemudian hari, terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi, keluarga korban Nofriansyah Yosua Hutabarat telah memaafkan perbuatan terdakwa," kata hakim.
Lebih lanjut, Majelis Hakim juga mengabulkan dan menetapkan terdakwa Richard Eliezer sebagai justice collaborator atau saksi yang bekerja sama, sehingga layak diberikan penghargaan atas kejujurannya mengungkap dan membuat perkara terang benderang.
Meski vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan 12 tahun penjara, Kejaksaan telah memutuskan tidak mengajukan banding.
Alasannya, Eliezer dianggap telah kooperatif dalam membongkar kasus ini.
"Bahwa saudara Richard Pudihang Lumiu yang telah berterus terang, kooperatif dari awal itu merupakan contoh dari pelaku umum yang telah membongkar tindak pidana menjadi pertimbangan juga bagi jaksa untuk tidak mengajukan banding," ujar Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung, Fadil Zumhana dalam konferensi pers pada Kamis (16/2/2023).
Sikap tersebut seirama dengan pihak Richard Eliezer yang menyatakaan keenganan untuk banding.
Sebab putusan tersebut dianggap sudah sesuai target dari yang diharapkan oleh pihaknya.
"Bahwa kami penasihat hukum sudah sesuai (dengan putusan hakim, red), bahwa targetan kami dari awal bahwa kami sampaikan bahwa ini adalah putusan adalah putusan untuk Richard, apapun keputusan hari ini, kita akan ikhlas kita akan terima," kata pengacara Richard, Ronny Talapessy pada Rabu (15/2/2023).
Richard Eliezer Jalani Masa Hukuman di Rutan Bareskrim Polri
Setelah lewat tujuh hari masa pikir-pikir atas putusan Richard, tim JPU maupun penasihat hukum tidak melakukan upaya hukum lanjutan alias banding.
Dari situlah putusan 1,5 tahun bagi Richard inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
Kejaksaan sebagai pihak eksekuotor kemudian menyerahkan Richard ke Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Salemba, Jakarta Pusat pada Senin (27/2/2023).
Sejak itulah Richard Eliezer berada di bawah kewenangan Ditjenpas Kemkumham.
Namun pada hari yang sama, Ditjenpas memutuskan untuk menitipkan Richard ke Rutan Bareskrim Polri selama masa hukumannya.
Pengembalian Richard ke Rutan Bareskrim itu diakui Ditjenpas berdasarkan rekomendasi dari LPSK.
"Berdasarkan rekomendasi LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) dengan pertimbangan keamanan, Richard Eliezer selanjutnya menjalankan pidana di rutan Bareskrim, dengan pertimbangan keamanan," kata Koordinator Humas dan Protokol Ditjenpas Kemenkumham, Rika Aprianti kepada wartawan pada Senin (27/2/2023).
Rika mengatakan pemindahan kembali Bharada E ke rutan Bareskrim Polri ini atas permintaan LPSK.
Ditjen PAS Kemenkumham, kata Rika, sejatinya sudah siap menempatkan mantan anak buah Ferdy Sambo tersebut di lapas Salemba.
"Pada prinsipnya kami siap untuk penempatan Bharada Richard eliezer di Lapas Salemba, tapi kami juga menghormati rekomendasi LPSK yang sudah mengajukan ke Dirjen PAS dan disposisi Kakanwil kemenkumham DKI, sehingga pada hari ini keputusannya penempatan Richard Eliezer selanjutnya di rutan Bareskrim dengan pertimbangan keamanannya," ujarnya.
Sementara dari pihak LPSK membenarkan bahwa penahanan Richard di Rutan Bareskrim didasari pada faktor keamanannya.
"Sebenarnya itu ada beberapa pertimbangan yang tidak potensi dan sebagainya sebenernya kita juga sudah diskusikan bersama dengan Dirjen PAS dan Kejaksaan terkait dengan penempatan di lapas Salemba tapi terus kemudian ada beberapa pertimbangan lainnya," kata Sakil Ketua LPSK, Susilaningtias dalam keterangannya kepada awak media, Selasa (28/2/2023).
Kendati demikian, Susi enggan membeberkan hal-hal yang menjadi pertimbangan tersebut.
Terpenting kata Susi, salah satu alasannya yakni perihal kondisi keamanan dari Bharada E yang diketahui berstatus sebagai justice collaborator dalam perkara ini.
"Yang kita tidak bisa jelaskan lebih jauh dan lebih detail," ujar Susi.