Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri menyebutkan bahwa Irjen Teddy Minahasa merupakan salah satu Sumber Daya Manusia (SDM) terbaik yang dimiliki Polri.
Hal itu diungkapkan Reza Indragiri saat dihadirkan sebagai saksi ahli untuk terdakwa Teddy Minahasa di persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (16/3/2023).
"Sepengetahuan ahli terdakwa ini bekerja di mana?" tanya Hakim Ketua Jon Sarman Saragih di persidangan.
"Sepengetahuan saya terdakwa bekerja sebagai anggota Polri," jawab Reza.
"Jabatan terakhir yang suadara tahu?" tanya hakim.
Baca juga: Kuasa Hukum Mengaku Kaget Linda dan Teddy Minahasa Pernah Pergi ke Pabrik Sabu di Taiwan
"Berdasarkan pemberitaan di media massa yang saya simak beliau terakhir menjabat sebagai Kapolda Sumatera Barat. Walaupun kemudian pada pemberitaan juga beliau ditunjuk jadi Kapolda Jawa Timur namun sepertinya belum sempat dilantik," kata Reza.
"Belum dilantik Kapolda, sebelumnya dia Kapolda Sumatera Barat begitu ya. Saudara dihadirkan sebagai ahli psikologi forensik sudah melihat kondisi terdakwa anggota polisi, demikian juga mantan Kapolda. Bahkan dalam catatan ada tiga kali jadi Kapolda. Apa pendapat ahli kalau ditinjau dari pengetahuan psikologi forensik?" tanya hakim.
"Tentunya banyak persepektif yang bisa diulas mengenai itu majelis. Salah satunya adalah karena beliau memiliki jabatan terus tinggi dan strategis. Maka pantas bagi kita berasumsi bahwa beliau adalah salah satu sumber daya manusia terbaik yang dimiliki Institusi Polri," jelas Reza.
Sebagai informasi, Tedy Minahasa merupakan satu dari tujuh terdakwa yang sedang menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat terkait perkara peredaran narkoba.
Enam terdakwa lain dalam perkara ini yaitu Mantan Kapolres Bukittinggi, AKBP Dody Prawiranegara; Mantan Kapolsek Kalibaru, Linda, Kompol Kasranto; Mantan Anggota Satresnarkoba Polres Jakarta Barat, Aiptu Janto Parluhutan Situmorang; Syamsul Maarif alias Arif; dan Muhamad Nasir alias Daeng.
Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum (JPU) membeberkan peran masing-masing terdakwa dalam perkara ini.
Irjen Teddy Minahasa diduga meminta AKBP Dody Prawiranegara sebagai Kapolres Bukittinggi untuk menyisihkan sebagian barang bukti sabu dengan berat kotor 41,3 kilogram.
Pada 20 Mei 2022 saat dia dan Dody menghadiri acara jamuan makan malam di Hotel Santika Bukittinggi, Tedy meminta agar Dody menukar 10 kilogram barang bukti sabu dengan tawas.
Meski sempat ditolak, pada akhirnya permintaan Teddy disanggupi Dody.
Pada akhirnya ada 5 kilogram sabu yang ditukar tawas oleh Dody dengan menyuruh orang kepercayaannya, Syamsul Maarif alias Arif.
Kemudian Teddy Minahasa sempat meminta dicarikan lawan saat hendak menjual barang bukti narkotika berupa sabu.
Permintaan itu disampaikannya kepada Linda Pujiastuti alias Anita Cepu sebagai bandar narkoba.
Dari komunikasi itu, diperoleh kesepakatan bahwa transaksi sabu akan dilakukan di Jakarta.
Kemudian Teddy meminta mantan Kapolres Bukittinggi, AKBP Dody Prawiranegara untuk bertransaksi dengan Linda.
Linda pun menyerahkan sabu tersebut ke mantan Kapolsek Kali Baru, Tanjung Priok Kompol Kasranto.
Lalu Kompol Kasranto menyerahkan ke Aiptu Janto Parluhutan Situmorang yang juga berperan menyerahkan narkotika tersebut ke Muhamad Nasir sebagai pengedar.
"28 Oktober terdakwa bertemu saksi Janto P Situmorang di Kampung Bahari. Saksi Janto P Situmorang memberikan rekening BCA atas nama Lutfi Alhamdan. Kemudian saksi Janto P Situmorang langsung menyerahkan narkotika jenis sabu kepada terdakwa," ujar JPU saat membacakan dakwaan Muhamad Nasir dalam persidangan Rabu (1/2/2023).
Akibat perbuatannya, para terdakwa dijerat Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana subsidair Pasal 112 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.