"Yang tidak valid analisis yang kemudian dibuat kesimpulan oleh PPATK atau tidak ada keseriusan penyidik di dua kementerian atau lembaga ini, di Bea Cukai dan Kementerian Keuangan, dalam menindaklanjuti adanya temuan yang diperoleh oleh PPATK yang katanya bersumber dari analisis yang mendalam tentang transaksi yang janggal," kata Mulfachri dikutip dari YouTube Tribunnews, Selasa (21/3/2023).
Baca juga: DPR Diminta Bentuk Tim Bongkar Skandal Dugaan Cuci Uang Rp 349 Triliun di Kemenkeu
Menanggapi hal itu, Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menjelaskan pihaknya hanya menganalisis sesuai dengan tugas dan fungsinya.
PPATK, kata Ivan, hanya memberikan informasi adanya indikasi tindak pidana pencucian uang.
Penindakan selanjutnya lantas diserahkan pada pihak yang berwajib menangani masalah ini.
"Kewenangan kami hanya sebatas follow the money, jadi berdasarkan forensik acounting dan ahli ekonomi kami kemudian menyatakan bahwa transaksi yang kita lihat dan yang dlilakukan oleh subjek ini kita indikasikan telah ada tindak pidana pencucian uang karena tidak sesuai dengan profil."
"Tapi, bukan berarti kita menyatakan ini merupakan tindak pencucian uang."
"Jadi atas dasar data-data ini kami mengindikasikan telah ada tindak pidana pencucian uang, lalu kita sampaikan kepada para penyidik," ujar Ivan.
Baca juga: DPR Buka Peluang Ajukan Hak Angket Soal Dugaan TPPU Rp 349 Triliun di Kemenkeu
Diketahui sebelumnya, Mahfud MD sempat mengatakan ditemukannya transaksi mencurigakan lebih dari Rp 300 triliun di Kemenkeu selama periode 2009-2023.
Hal tersebut disampaikan Mahfud MD dalam konferensi pers pada Pada Jumat (10/3/2023).
Adapun transaksi itu, kata Mahfud, terindikasi ada dugaan TPPU.
Lalu pada Senin (20/3/2023), Sri Mulyani juga memaparkan adanya 300 surat PPATK prihal nilai transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun yang dikirimkan kepada pihaknya pada 13 Maret 2023.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Reza Deni)