TRIBUNNEWS.com - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, membeberkan kronologi kejanggalan transaksi Rp349 triliun di Kemenkeu.
Sri Mulyani mengaku, ia tahu soal adanya dugaan kejanggalan transaksi Rp349 triliun di Kemenkeu lewat pemberitaan setelah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Kemananan (Menko Polhukam), Mahfud MD, bicara ke awak media pada Rabu (8/3/2023).
Kala itu, Sri Mulyani menyebut pihaknya belum mendapat kiriman surat dari Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait transaksi yang dibicarakan Mahfud MD.
Surat dari PPATK baru diterima Kementerian Keuangan pada Kamis (9/3/2023), dengan tanggal surat tertanggal Selasa (7/3/2023).
"Pak Mahfud menyampaikan ke media ada transaksi mencurigakan di Kemenkeu Rp300 triliun. Kami kaget, karena mendengarnya dalam bentuk berita."
"Kami cek kepada Pak Ivan (Kepala PPATK), tidak ada surat (tanggal) 8 Maret ke Kemenkeu," ungkap Sri Mulyani saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (27/3/2023), dikutip dari YouTube TV Parlemen.
Baca juga: Komisi XI DPR Kasihan ke Sri Mulyani Hadapi Masalah di Kemenkeu Sendirian
"Kepala PPATK baru mengirim surat nomornya SR/2748/AT.01.01/III/2023. Surat itu tertanggal 7 Maret, kami baru kami terima by hand tanggal 9," imbuhnya.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menjelaskan, surat yang diterima Kemenkeu dari PPATK berisikan 36 lampiran yang terdiri dari 196 surat periode 2009-2023.
Dalam surat pertama itu, tidak tercantum angka-angka, melainkan hanya berisikan daftar nama yang diselidiki PPATK.
"Surat ini berisi 36 halaman lampiran mengenai surat-surat PPATK ke Inspektorat Jenderal Kemenkeu periode 2009-2023, 196 surat di dalam 36 halaman lampiran."
"Di situ tidak ada data mengenai nilai uang, jadi hanya surat ini kami pernah ngirim, tanggal sekian, nomor sekian. Dengan nama2 orang yang tercantum di surat tersebut atau yang disebutkan diselidiki oleh PPATK."
"Kami juga tetap bingung. Tanggal 9 (Maret) terima surat, tapi nggak ada angkanya," urai Sri Mulyani.
Ia mengaku, surat dalam bentuk rekap seperti dari PPATK tersebut, belum pernah diterima Kemenkeu sebelumnya.
"Ini juga baru pertama kali PPATK menyampaikan sebuah kompilasi surat kepada Kementerian Keuangan," sambungnya.
Terkait kejanggalan transaksi tersebut, Mahfud MD kemudian datang ke Kantor Kemenkeu pada Sabtu (11/3/2023), untuk memberi penjelasan.
Tetapi, lagi-lagi Kemenkeu tidak bisa memberi penjelasan karena belum menerima surat berisikan data-data seperti yang dikatakan Mahfud MD.
"Hari Sabtu, Pak Mahfud datang ke kantor kami untuk menjelaskan bahwa transaksi Rp300 triliun bukan transaksi di Keuangan."
"Tapi, kami belum menerima suratnya (yang ada angkanya)" ujar Sri Mulyani.
Baru setelahnya, pada Senin (13/3/2023), Kemenkeu menerima surat kedua dari PPATK yang berisikan 300 surat dari 43 lampiran.
Baca juga: Sri Mulyani Tolak Tuduhan Transaksi Rp 349 Triliun Semuanya Terjadi di Kemenkeu
Dalam surat itu, tercantum angka Rp349 triliun.
Namun, Sri Mulyani menegaskan, ratusan triliun itu tidak semuanya terkait dengan Kemenkeu.
Dari sekian ratus surat dan transaksi triliunan tersebut, hanya sebnayak Rp3,3 triliun yang berkaitan langsung dengan pegawai Kemenkeu.
"Kepala PPATK mengirim surat kepada Menteri Keuangan, surat nomor SR/3160/AT.01.01/III/2023."
"Nah, surat ini jumlah halaman lampirannya 43 halaman yang berisi 300 surat. Di situ ada angka Rp349 triliun," katanya.
"Jadi yang benar-benar berhubungan dengan pegawai Kemenkeu itu Rp3,3 triliun."
"Ini 2009-2023, seluruh transaksi debit-kredit dari seluruh pegawai."
"Termasuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, jual beli aset, jual beli rumah, itu Rp3,3 triliun."
"Juga di dalam Rp3,3 triliun adalah kami, umpamanya sedang melakukan fit and proper, tolong minta data si X pegawai kita, maka kita dapat transaksi dari pegawai itu."
"Jadi tidak ada hubungannya dengan pidana atau korupsi, kalau kita untuk profiling pegawai," tegasnya.
Rincian 300 Surat Berisikan Transaksi Rp349 Triliun
Di kesempatan yang sama, Sri Mulyani menjabarkan rincian 300 surat yang diterima Kemenkeu dari PPATK.
Tiga ratus surat tersebut diantaranya berisikan berbagai surat dari PPATK untuk alat penegak hukum (APH) lainnya, berikut rinciannya:
1. Seratus surat adalah surat PPATK ke APH lain, bukan ke Kemenkeu, dengan nilai transaksi Rp74 triliun di periode 2009-2023.
2. Sebanyak 65 surat adalah transaksi debit-kredit operasional perusahaan-perusahaan dan korporasi yang tidak ada hubungannya dengan pegawai Kemenkeu, dengan nilai Rp253 trilun.
Tetapi, surat itu berkaitan dengan fungsi pajak dan bea cukai.
Baca juga: Soal Viralnya Sri Mulyani Naik Alphard di Apron Bandara, Anggota DPR: Ibu Lagi Apes Aja
Dari 65 surat tersebut, satu surat tercantum nominal paling besar, yaitu Rp189 triliun.
3. Sebanyak 135 surat dengan nilai 22 triliun sesuai tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) Kemenkeu.
Meski demikian, Rp18,7 triliun dari Rp22 triliun adalah transaksi menyangkut korporasi yang tidak berhubungan dengan Kemenkeu.
Mengenai data-data tersebut, anggota Komisi XI DPR RI meminta Sru Mulyani untuk menunjukkan surat-surat PPATK agar penjelasannya semakin terang.
Namun, Sri Mulyani menolaknya karena di dalam surat tertulis jelas surat itu bersifat "confidential".
"Kalau surat kami nggak bisa share, Pak. Karena disitu disebut confidential hanya untuk kepentingan Kementerian Keuangan," pungkasnya.
Sebelumnya, Sri Mulyani telah menjelaskan soal kejanggalan transaksi Rp349 triliun di Kemenkeu beberapa waktu lalu.
Kala itu, ia juga mengatakan 65 dari 300 surat yang diterima Kemenkeu adalah data-data transaksi keuangan perusahaan yang tak terkait pegawai Kemenkeu.
Terkait hal itu, Sri Mulyani menjelaskan, surat tersebut dikirim kepada pihaknya karena menyangkut tupoksi Kemenkeu.
"Jadi ini transaksi ekonomi yang dilakukan oleh perusahaan atau badan atau orang lain."
"Namun, karena menyangkut tugas dan fungsi Kementerian Keuangan terutama menyangkut ekspor impor maka kemudian dia dikirimkan oleh PPATK kepada kami," jelas Sri Mulyani, Senin (20/2/2023), dikutip dari situs resmi Kemenkeu.
Diketahui, Mahfud MD sempat mengatakan ditemukannya transaksi mencurigakan lebih dari Rp300 triliun di Kemenkeu selama periode 2009-2023.
Hal tersebut disampaikan Mahfud MD dalam konferensi pers pada Jumat (10/3/2023).
Adapun transaksi itu, kata Mahfud, terindikasi ada dugaan Tindakan Pidana Pencucian Uang (TPPU).
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Reza Deni)