TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Pidana Universitas Jenderal Soediman Hibnu Nugroho menilai tuntutan mati bagi mantan Kapolda Sumatera Barat, Teddy Minahasa sudah sangat tepat.
Apalagi, dalam surat tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) disebutkan tidak ada hal yang meringankan terdakwa dalam kasus ini.
“Saya menilai tuntutan hukuman mati dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah tepat,” kata Hibnu Nugroho saat dikonfirmasi, Jumat (31/3/2023).
Hibnu menjelaskan, dalam berbagai hal, banyak yang memberatkan Teddy Minahasa.
Disebutkannya, kasus narkoba ini dilakukan Teddy yang notabene adalah seorang penegak hukum.
“Dia perwira tinggi lagi,” ucap Hibnu Nugroho.
Dalam pesidangan, lanjut Hibnu, Teddy Minahasa juga tidak mengakui perbuatannya.
“Dia tidak memperlancar jalannya pemeriksaan,” ungkap pakar pidana ini.
Teddy juga dinilai Hibnu tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan nakotika di Indonesia.
Padahal Indonesia saat ini sedang dalam kondisi darurat nakotika.
Dimana, ini dibuktikan dengan isi penjara hampir 70 persen kasus nakotika.
“Teddy tidak bisa memberikan keteladanan terhadap polisi yang lain,” kata Hibnu.
Baca juga: Hal-hal yang Memberatkan Teddy Minahasa, JPU Sebut Khianati Polri dan Presiden
Hal yang tidak kalah penting, lanjut Hibnu, adalah perbuatan Teddy Minahasa telah membuat citra kepolisian rusak.
Mengenai banyaknya tuntutan agar hukuman mati dihapus, Hibnu mengatakan bahwa ada perbedaan perspektif dalam penegakan hukum dan penegakan HAM.
“Dari kaca mata hukum, mudah-mudahan hukuman mati akan memunculkan efek jera bagi para calon pelaku lainnya, agar tidak main-main dengan narkoba. Apalagi jika mereka aparat penegak hukum,” jelas Hibnu.