Barcode tersebut berisi data diri jemaah umrah yang didaftarkan pihak travel ke sistem Sistem Komputerisasi Pengelolaan Terpadu Umrah dan Haji Khusus (Siskopatuh) Kementerian Agama.
Namun, pada pemberangkatan di kloter selanjutnya, barcode itu ternyata digunakan lagi. Ini dilatarbelakangi karena visa para jemaah umrah belum keluar.
"Disuruhlah sama owner, karyawannya kan bilang, pak gimana kalau kita masukin (barcode) yang ini saja karena visanya belum keluar. Sama ownernya 'oh ya sudah atur saja, dimasukin sama karyawannya," tutur Joko.
Karena ada persetujuan pemilik, karyawan travel membuat tanda pengenal untuk para jemaah menggunakan barcode yang telah digunakan.
Namun, foto yang digunakan tetap menggunakan foto korban yang saat itu diberangkatkan. Sehingga ada ketidaksesuaian data jemaah yang berangkat tersebut.
Baca juga: Kasus Penipuan Umrah Travel Naila Syafaah: Kerugian Capai Rp91 M, Uang Jemaah Dipakai Beli Rumah
Joko menerangkan, barcode tersebut berfungsi sebagai pemantauan Kemenag bagi para jemaah, termasuk soal kepulangan usai menjalani ibadah.
Karena barcode tersebut dipalsukan, hal tersebut menjadi sulit dilakukan.
"Dampaknya apabila hilang saat umrah pihak Kemenag sulit untuk menemukan jemaah dan sulit untuk memulangkannya. Jika terdaftar di Siskopatuh data diri jemaah, dipergunakan, mudah untuk pengendalian, pengontrolan kepada para jemaah," ujarnya.
Karena menggunakan barcode bekas ini, sejumlah jemaah pun tak bisa pulang ke Indonesia dan sempat luntang-lantung di Arab Saudi.
"Pas dicek datanya enggak sesuai, data lama," ucap Joko.
Dalam kasus ini jumlah korban yang tertipu agen perjalanan ibadah umrah itu mencapai ratusan orang dengan total kerugian ditaksir mencapai Rp 91 miliar.
Adapun kasus ini terungkap setelah para korban mengadu ke Konsulat Jenderal (Konjen) di Arab Saudi.
Aduan itu kemudian disampaikan ke Kemenag dan akhirnya sampai ke pihak kepolisian.
Polisi lantas melakukan penyelidikan dan berhasil mengungkap kasus penipuan tersebut.