“Australia misalnya, dalam perspektif pertahanan menempatkan Indonesia sebagai ancaman dari Utara, namun setiap tahun, Indonesia mengimpor sapi dan daging sapi sebesar Rp. 37 Triliun. Ini kan ironis. Karena itulah harus dibangun kerjasama antar kedua negara bertetangga agar keduanya mendapat manfaat secara berkeadilan”, ujarnya.
Pada kesempatan itu, Hasto bahkan sempat menyerahkan beberapa buah buku, termasuk buku Mustika Rasa yang dibuat di era Presiden Soekarno.
Menurut Hasto, buku itu menjadi salah satu contoh bagaimana upaya agar Indonesia membangun hegemoni di bidang pangan. “Ini kami persembahkan untuk Perpustakaan Unkris,” ujar Hasto.
Ketua pembina Yayasan Unkris Gayus Lumbuun mengatakan kehadiran Hasto membicarakan topik geopolitik berjilai sangat penting.
Pada dasarnya, menurut Gayus, geopolitik merupakan rangkuman tiga hal. Yakni bagaimana mempelajari kehidupan individu, bagaimana sosial, dan bagaimana ilmu pemerintahan.
“Kita motivasi semua organ universitas agar mengenal bangsa kita baik secara individu, sosial, maupun pemerintahannya,” ujar Gayus.
Ketua panitia Dies Natalis Susetya Herawati menjelaskan perayaan itu bertema “harmoni dalam keberagaman”.
Tema ini demi mendorong semangat agar seluruh takyat Indonesia benar-benar memahami dan menghidupi “harmoni dalam keberagaman”, yang juga diamanatkan oleh dasar negara, Pancasila.
“Dies Natalies ini mengingatkan kita bahwa keragaman adalah sumber kekuatan yang perlu diperkuat untuk mencapai kejayaan. Saat berefleksi dan kita bertama apa yang harus kita lakukan untuk mewujudkannya,” kata Susetya.
Di acara itu, hadir sivitas akademika Unkris yang hadir secara fisik ataupun secara daring, di bawah pimpinan Rektor Unkris Ayub Muktiono.
Sebelum kuliah umum, dilakukan juga penandatanganan prasasti pendiri Universitas Krisna Dwipayana.