Menurut Abdullah karena pada Undang-Undang KPK yang pertama disebutkan KPK menangani kasus yang melibatkan penyelenggara negara dan aparat penegak hukum.
Kedua menimbulkan keresahan masyarakat dan terakhir mengakibatkan kerugian minimal Rp 1 miliar.
Baca juga: Kapolri Sebut Bareskrim Bakal Dalami Laporan Dugaan Kebocoran Dokumen yang Menyeret Firli Bahuri
"Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 poin kedua yaitu menimbulkan keresahan masyarakat itu dihilangkan. Artinya korupsi bukan kejahatan luar biasa lagi," kata Abdullah.
"Yang kedua Undangan-Undang yang baru ini menghancurkan modal utama atau keunggulan dari KPK yaitu penyadapan," tegasnya.
Menurutnya penyadapan KPK itu bisa dilakukan harus seizin dewan pengawas yang sebelumnya tidak. Padahal diketahui dewan pengawas itu dilantik oleh presiden.
"Jadi secara teoritis dewan pengawas dilantik oleh presiden. Kemudian bagaimana dewan pengawas diberikan izin bagi penyidik untuk menyadap Jokowi atau para menterinya," kata Abdullah.
Menurutnya itu tidaklah mungkin, jadi yang disaksikan bahwa kasus-kasus yang ditangani oleh KPK pada periode Firli sekarang ini. Melibatkan kasus orang-orang yang tidak punya background kekuatan politik dan kemudian orang-orang yang dianggap nasibnya jelek saja.
"Contohnya Harun Masiku yang sudah tiga tahun belum juga ditangkap karena melibatkan partai besar, partai yang berkuasa," katanya.