TRIBUNNEWS.COM - Pihak Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) meminta maaf atas sikap pegawainya terkait ancaman pembunuhan di media sosial kepada warga Muhammadiyah.
Demikian disampaikan oleh Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko.
Laksana mengakui bahwa hal tersebut dilakukan oleh salah satu pegawainya yang bernama Andi Pangeran Hasanudin (APH).
Ia, secara kelembagaan menyampaikan permintaan maaf atas perilaku pagawainya itu.
"BRIN meminta maaf, khususnya kepada seluruh warga Muhammadiyah, atas pernyataan dan perilaku salah satu civitas BRIN, meskipun ini adalah ranah pribadi yang bersangkutan," ujar Laksana, Selasa (25/4/2023).
Untuk selanjutnya, pihak BRIN akan memproses APH atas kesalahannya tersebut melalui Sidang Majelis Etik ASN yang akan digelar Rabu (26/4/2023) besok.
Baca juga: Komisi VIII DPR Sayangkan Respon Tak Bijak Oknum BRIN Sikapi Perbedaan 1 Syawal 1444 Hijriah
"Setelahnya, sidang etik Majelis Hukum dan Disiplin ASN untuk penetapan sanksi final," ucap dia.
Atas kejadian tersebut, Laksana mengimbau kepada para peneliti BRIN agar lebih bijak lagi dalam menyampaikan pendapat di media sosial.
Selain itu, juga harus lebih mengedepankan nilai berakhlak.
"Dan mengedepankan nilai Berakhlak (berorientasi pelayanan, akuntabel, kompeten, harmonis, loyal, adaptif dan kolaboratif)," ujar dia.
Awal Mula Kasus
Dikutip dari TribunJambi.com, kasus ini bermula ketika Peneliti BRIN, Thomas Djamaluddin, merespons komentar dari Aflahal Mufadilah.
Dalam komentarnya itu, Thomas menilai Muhammadiyah sudah tidak taat kepada pemerintah terkait penentuan Lebaran 2023 dengan menuliskan kalimat sebagai berikut:
"Eh, masih minta difasilitasi tempat sholat Id. Pemerintah pun memberikan fasilitas," tulis Thomas.