TRIBUNNEWS.COM - Mahkamah Agung mencatat ada 52.000 perkara dispensasi perkawinan yang masuk ke peradilan agama selama tahun 2022.
Dari angka tersebut, sekitar 34 ribu di antaranya didorong oleh faktor cinta, sehingga orangtua yang meminta ke pengadilan agar anak-anak mereka segera dinikahkan.
Lalu sekitar 13.547 pemohon mengajukan menikah karena sudah hamil terlebih dahulu dan 1.132 pemohon mengaku sudah melakukan hubungan intim.
Data di tahun 2022, jumlah dispensasi kawin terbesar ada di peradilan tinggi agama (PTA) Jawa Timur di Surabaya, dengan wilayah paling tinggi ada di Malang karena faktor putus sekolah.
Selanjutnya, pengajuan juga banyak terjadi di PTA Semarang, PTA Bandung dan PTA Makasar.
Direktur pada Direktorat Pembinaan Administrasi Peradilan Agama, Dirjen Badan Peradilan Agama, Mahkamah Agung, Nur Djannah Syaf menilai fenomena pernikahan dini di kalangan pelajar atau usia dini di Indonesia dipicu sejumlah hal selain faktor di atas.
Baca juga: Marak Pernikahan Dini, 74 Anak di Belitung Timur Hamil, 47 Anak Di Wonogiri Ajukan Dispensasi Nikah
"Faktor lainnya adalah karena alasan ekonomi dan alasan perjodohan mengingat anak mereka sudah akil balig, sudah menstruasi dan tumbuh rambut di kemaluan pada anak laki-laki,” ujar Nur Djannah, dikutip dari laman kemenpppa.go.id, Rabu (3/5/2023).
Nur Djannah melanjutkan, fenomena perkawinan anak sifatnya sudah sangat mendesak dan darurat.
Semua pihak perlu bekerja sama bahu-membahu dan ikut ambil bagian dalam mengatasi permasalahan ini.
"Ini tanggung jawab kita semua. Pemerintah, semuanya, harus terlibat.
Semuanya harus terlibat. Karena ini bukan lagi isu nasional, ini sudah masuk isu internasional," tegas Nur Djannah.
Dampak psikologis
Nyatanya fenomena kehamilan di kalangan pelajar dan pernikahan dini bisa berdampak ke berbagai sisi kehidupan.
Psikolong Universitas Negeri Makassar (UNM), Widyastuti membeberkan dampak fenomena tersebut secara psikologis.