News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Terlibat Narkoba

Psikolog Forensik Duga AKBP Dody Prawiranegara Terlibat Kasus Narkoba untuk Dongkrak Karirnya

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

AKBP Dody Prawiranegara dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (10/5/2023).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel menduga keterlibatan mantan Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara  dalam kasus peredaran narkotika bertujuan untuk mendongkrak karirnya di institusi Polri.

Reza mengatakan AKBP Dody berani menjual narkotika jenis sabu hasil sitaan Polres Bukittinggi untuk menghasilkan uang tambahan yang akan digunakan untuk menaikkan karirnya.

"Dody terindikasi punya kepentingan untuk memperoleh uang guna mendongkrak karirnya di Polri," kata Reza Indragiri Amrie  saat dihubungi, Kamis (10/5/2023).

"Dan keterlibatannya dalam peredaran narkoba merupakan caranya untuk memperoleh uang itu," lanjut Reza.

Baca juga: Tak Sependapat dengan Majelis Hakim, Pakar Nilai Dody Prawiranegara Harus Diperberat Hukumannya

Diketahui, Dody terlibat dalam kasus peredaran narkotika sebanyak lebih dari 5 kilogram, yang juga menjerat mantan Kapolda Sumatera Barat, Inspektur Jenderal Polisi Teddy Minahasa Putra.

Dalam persidangan terungkap, Irjen Pol Teddy Minahasa memerintahkan anak buahnya AKBP Dody untuk mengambil sabu itu lalu menggantinya dengan tawas.

Reza menuturkan, dalam persidangan Dody mengaku takut terjadi hal buruk jika menolak perintah atasannya itu.

Sehingga, lanjut Reza, Dody menyanggupi perintah Teddy Minahasa untuk menukar sabu dengan tawas.

Meski demikian, Reza, menilai, ketakutan Dody dengan Teddy itu merupakan kebohongan.

Jelasnya, hal itu dikarenakan, setelah Dody dua kali menolak (berdasarkan pengakuan Dody), tidak ada hal buruk terjadi padanya.

"Dua kali Dody mengaku menolak perintah Teddy, tapi tidak ada risiko buruk yang dia alami. Jadi, ketakutan yang Dody sebut itu tampaknya mengada-ada," kata Reza.

"Dalam bahasa psikologi forensik, superior order defence yang diangkat Dody terpatahkan. Dan karena Dody menolak, maka putus keterkaitannya dengan instruksi Teddy (sekiranya instruksi itu dianggap ada)," sambung Pakar Psikologi Forensik itu.

Untuk diketahui, kasus ini bermula saat Polres Bukittinggi memusnahkan 40 Kilogram sabu hasil pengungkapan kasus narkoba.

Teddy Minahasa, yang saat itu menjabat Kapolda Sumatera Barat, diduga memerintahkan Dody, yang menjabat Kapolres Bukit Tinggi untuk menyisihkan sebanyak 5 Kilogram sabu untuk ditukar dengan tawas.

Dalam persidangan terungkap, Teddy Minahasa juga memerintahkan Dody membawa sabu itu ke Jakarta untuk selanjutnya dijual ke seorang saksi bernama Linda Pujiastuti alias Anita Cepu.

Linda lalu berperan untuk menjual sabu tersebut secara acak melalui mantan Kapolsek Kalibaru, Kompol Kasranto.

Ia diduga meraup sejumlah uang dari hasil penjualan sabu itu.

Hingga akhirnya, Polres Metro Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya berhasil membongkar penggelapan barang bukti narkoba melalui sejumlah rangkaian pengungkapan kasus narkotika.

Berdasarkan keterangan resmi dari pihak Kepolisian, Irjen Pol Teddy Minahasa ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan penyalahgunaan narkotika, karena memerintahkan menukar 5 Kilogram barang bukti sabu-sabu dengan tawas.

Atas perbuatannya, terdakwa Teddy Minahasa disangkakan Pasal 114 ayat (3) sub Pasal 112 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat 1 juncto Pasal 55 UU Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman maksimal hukuman mati dan minimal 20 tahun penjara.

Dalam tuntutannya, jaksa penuntut umum menuntut jenderal bintang dua itu dengan hukuman mati.

Meski demikian, dalam sidang putusan, hukuman yang terima Teddy lebih ringan, yakni divonis hukuman penjara semur hidup.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini