TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Sidang yang digelar pada Selasa (16/5/2023) itu tercatat dengan perkara nomor 46/PUU-XXI/2023.
Wakil Ketua MK Saldi Isra memimpin jalannya sidang yang didampingi dua hakim konstitusi, Arief Hidayat dan Suhartoyo.
Adapun permohonan uji formiil UU Cipta Kerja ini diajukan oleh Agus Ruli Ardiansyah, Mansuetus Alsy Hanu dan Dewi Kartika.
Kuasa hukum pemohon menyatakan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, telah melanggar putusan MK Nomor 91/PUI/XVIII/2020.
Yang mana putusan MK tersebut menyatakan bahwa UU 11/2020 tentang Cipta Kerja cacat formil dan bertentangan dengan UUD 1945.
Kemudian dengan disahkannya UU 6/2023 tentang Perppu Cipta Kerja, kata dia, justru mencerminkan pemerintah dan DPR tidak menjalankan dan tidak menghormati putusan MK Nomor 91/2020 tersebut.
“Sehingga ini dapat menimbulkan ketidakpastian hukum serta tidak terjaminnya hak-hak konstitusional masyarakat Indonesia yang telah memperjuangkan hak-haknya selama ini,” tuturnya.
Kuasa hukum pemohon juga menyatakan UU No. 6/2023 itu bertentangan dengan syarat formiil Perppu, yaitu syarat kegentingan memaksa dan terjadi kekosongan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat 2 UUD 1945.
UU No. 6/2023 itu juga dinilai bertentangan dengan syarat formiil lembentukan Perppu, yaitu syarat mendapat persetujuan DPR dalam persidangan berikut sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat 2 UUD 1945.
Baca juga: MK Putuskan Tidak Menerima 4 Perkara Pengujian Formil Perppu Cipta Kerja
Untuk informasi, pengajuan uji formiil ini dilakukan oleh Komite Pembela Hak Konstitusional (KEPAL) yang dilakukan pada 18 April 2023 lalu.
Para pemohon yang hadir di antaranya Gunawan (IHCS), Rahmat Maulana (IGJ), Sunarno (KASBI), Dewi Kartika (KPA), dan Agus Ruli Ardiansyah (SPI).