TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Empat hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tidak seutuju masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diubah menjadi lima tahun dari yang semula empat tahun.
"Terdapat pendapat berbeda dari empat orang hakim konstitusi, yaitu hakim konstitusi Suhartoyo, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, hakim konstitusi Saldi Isra, dan hakim konstitusi Enny Nurbaninggsih khusus terhadap pengujian norma Pasal 32 UU 30/2023," kata hakim ketua Anwar Usman di ruang sidang, Kamis (25/5/2023).
Terkait pendapat berbeda, hakim konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan, KPK merupakan sebuah lembaga negara bantu atau auxiliary state organ yang punya fungsi pendukung atau penunjang kompleksistas dari fungsi lembaga negara utama atau main state organs.
Sehingga KPK sebagai lembaga negara bantu bukan bersifat statis melainkan dinamis dan konstan.
"Oleh karenanya penataan tersebut harus senantiasa dinilai relevan oleh dengara dan masyarakat. Salah satu variabel pentingnya dilakukan penataan lembaga negara karena lembaga tersebut memiliki sifat bergerak secara aktif" ujar hakim konstitusi Enny.
"Sehingga senantiasa mengalami dinamika seiring dengan kompleksitas permasalah negara," tambahnya.
Enny menyatakan argumentasi yang dibangun oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron selaku pemohon sama sekali tidak menyinggung mengenai keterkaitan masa jabatan pimpinan KPK dalam konteks kelembagaan.
Dalil Ghufron yang mengutarakan masa jabatan pimpinan KPK lebih singkat dibandingkan dengan beberapa lembaga nonkementerian lain berdampak pada munculnya anggapan kedudukan KPK lebih rendah.
Baca juga: Soal Putusan Masa Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun, Komisi III DPR RI Bakal Panggil MK
Enny juga menilai argumen Ghufron itu asumsi belaka karena tidak ditopang bukti-bukti yang cukup dan meyakinkan.
Padahal, lanjut Enny, karakteristik independensi kelembagaan KPK tetap dijamin tanpa ada keterkaitan dengan masa jabatan pimpinan.