News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Masa Jabatan Pimpinan KPK

Catatan Kritis Putusan MK yang Perpanjang Masa Jabatan Pimpinan KPK

Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua Umum FDCIA Dr Anwar Budiman

Oleh: Dr Anwar Budiman SH MH (*)

TRIBUNNEWS.COM - Nurul Ghufron dan juga 4 Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lainnya barangkali sedang tersenyum lega.

Gugatan yang ia ajukan sejak Oktober 2022 akhirnya dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan No 112/PUU-XX/2022, Rabu (24/5/2023) lalu.

Melalui putusan itu, masa jabatan Pimpinan KPK, termasuk Ghufron, diperpanjang selama 1 tahun dari semula 4 menjadi 5 tahun.

Tidak itu saja. MK juga memutuskan, usia minimal calon Pimpinan KPK yang semula 50 tahun dikecualikan bagi petahana, sehingga Ghufron yang kini berusia 48 tahun bisa maju kembali sebagai calon Pimpinan KPK.

Dus, bagi Ghufron, putusan MK itu memberi 2 "berkah" sekaligus. Pertama, ia bisa mencalonkan diri lagi. Kedua, masa jabatannya diperpanjang menjadi 5 tahun.

Ya, MK mengabulkan judicial review atau uji materi Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron atas Pasal 34 dan Pasal 29 huruf e Undang-Undang (UU) No 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK. Implikasinya, masa jabatan Pimpinan KPK diperpanjang dari semula 4 menjadi 5 tahun.

Pimpinan KPK yang saat ini dikomandani Firli Bahuri seharusnya menuntaskan masa jabatan pada 20 Desember 2023. Namun, putusan MK tersebut membuat mereka bisa menjabat hingga akhir 2024.

Selain itu, MK juga mengubah muatan pada Pasal 29 huruf e UU KPK dari yang awalnya berbunyi "Berusia paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan", menjadi "Berusia paling rendah 50 tahun atau berpengalaman sebagai pimpinan KPK dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan".

Baca juga: Pakar Nilai Putusan MK Perpanjang Masa Jabatan Pimpinan KPK Multitafsir

Usia minimal 40 tahun itu ada di UU KPK yang lama, yakni UU No 30 Tahun 2002, sedangkan usia minimal 50 tahun ada di UU KPK yang baru, yakni UU No 19 Tahun 2019.

Ghufron semula hanya mengajukan uji materi Pasal 29 huruf e, namun kemudian merembet ke Pasal 34 UU KPK.

MK berdalih, perpanjangan masa jabatan Pimpinan KPK itu diputuskan demi menegakkan hukum dan keadilan, sesuai Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 dan menurut penalaran yang wajar, sehingga ketentuan yang mengatur tentang masa jabatan Pimpinan KPK disamakan dengan ketentuan yang mengatur tentang hal yang sama pada lembaga negara "constitutional importance" yang bersifat independen, yaitu selama 5 tahun.

Masa jabatan 5 tahun ini dianggap MK akan membuat Pimpinan KPK independen, karena dalam masa periode 5 tahun eksekutif dan legislatif, dua lembaga negara itu hanya bisa melaksanakan seleksi calon Pimpinan KPK hanya sekali, berbeda dengan jika masa jabatan Pimpinan KPK 4 tahun maka eksekutif dan legislatif dapat melaksanakan seleksi calon Pimpinan KPK hingga dua kali dalam periode 5 tahun mereka berkuasa.

Terhadap putusan MK yang kontroversial itu, ada beberapa catatan kritis yang perlu penulis sampaikan.

Pertama, perpanjangan masa jabatan Pimpinan KPK dari 4 menjadi 5 tahun melawan adagium Lord Acton (1834-1902), yakni "The power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutly".

Lihat saja. Masa jabatan Pimpinan KPK 4 tahun saja, KPK sudah menghadapi banyak masalah internal, terutama terkait indikasi korupsi. Contoh konkret adalah mundurnya Lili Pintauli Siregar dari jabatan Wakil Ketua KPK, yang kemudian digantikan Johanis Tanak, akibat tuduhan gratifikasi. Ketua KPK Firli Bahuri juga tak sekali-dua dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK dan pernah dijatuhi sanksi.

Kedua, MK tidak ,"istiqomah" (konsisten) dengan putusannya sendiri. Putusan MK kali ini berbeda dengan putusan sebelumnya yang diambil saat sejumlah warga mengajukan judicial review atas UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK.

Saat itu, MK menolak gugatan yang menyoal masa jabatan hakim konstitusi. MK berdalih kebijakan soal masa jabatan dan usia merupakan wewenang pembuat UU atau yang disebut "open legal policy".

Open legal policy atau kebijakan hukum terbuka adalah kebijakan yang hanya bisa dibuat oleh pembentuk UU, yakni pemerintah dan DPR. MK tidak bisa.

Ketiga, dengan memperpanjang masa jabatan Pimpinan KPK maka MK berarti membuat norma baru.

Hal tersebut tentu saja melampaui kewenangan MK. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyatakan pemerintah dan DPR sebagai pembuat undang-undang dan norma di dalamnya atau "possitive legislator".

Sedangkan MK menurut UU MK merupakan "negative legislator" yang hanya berhak untuk membatalkan sebuah undang-undang atau norma di dalamnya jika bertentangan dengan UUD 1945. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 56 dan 57 UU MK.

Keempat, putusan MK tersebut mestinya tidak serta-merta berlaku. Jika serta-merta berlaku dan masa jabatan Pimpinan KPK saat ini diperpanjang, maka itu sama artinya dengan berlaku surut atau retroaktif, di mana hal tersebut tak dapat dibenarkan.

Ya, putusan MK seharusnya berlaku untuk periode Pimpinan KPK selanjutnya, bukan periode Firli Bahuri saat ini. Apabila putusan tersebut mulai berlaku sekarang, maka sekali lagi berlakulah asas retroaktif atau berlaku surut.

Kelima, Presiden Jokowi disebut akan segera mengubah Keputusan Presiden (Keppres) No 129/P Tahun 2019 tentang Pengangkatan Pimpinan KPK untuk menyesuaikan dengan putusan MK yang memperpanjang masa jabatan KPK.

Bagi penulis ini ironis, sebab Presiden selaku pembentuk undang-undang bersama DPR telah diserobot kewenangannya oleh MK. Seharusnya Presiden justru menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) agar masa jabatan Pimpinan KPK tetap selama 4 tahun, bukan lima tahun.

Ketika pemerintah proaktif hendak segera mengubah Keppres, justru muncul kecurigaan, ada "hidden agenda" (agenda terselubung) semacam apa antara Presiden, MK dan KPK.

* Dr Anwar Budiman SH MH: Praktisi Hukum/Dosen Hukum Tata Negara Program Pascasarjana Universitas Krisnadwipayana, Jakarta.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini