Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru bicara PDIP Mohamad Guntur Romli menilai, pernyataan Ketua KPK Setyo Budiyanto terkait penetapan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka justru semakin memperkuat dugaan adanya kriminalisasi dan politisasi dalam kasus Harun Masiku.
Menurut Guntur, alasan yang disampaikan Setyo terkait Hasto Kristiyanto yang menempatkan Harun Masiku (HM) sebagai caleg di Sumsel padahal Harun Masiku orang Toraja tidak berdasar.
"Ini alasan yang jelas mengada-ada, bahkan ngawur sengawur-ngawurnya," kata Guntur Romli dalam keterangannya Kamis (26/12/2024).
Guntur menegaskan, tidak ada aturan yang mengharuskan seorang caleg ditempatkan berdasarkan suku atau asal daerahnya.
Sehingga, dia menyebut pernyataan Setyo sangat memaksakan bahwa itu seolah sebagai bukti politisisasi.
"Maka semakin kuat dugaan kriminalisasi dan politisasi kasus ini, atau yang kami sebut pemidanaan yang dipaksakan," ujarnya.
Baca juga: KPK Jerat Hasto Kristiyanto Pasal Perintangan Penyidikan, Pakar: Siasat Penyidik Kurang Profesional
Guntur Romli mencontohkan soal calon anggota legislatif dari berbagai partai yang berasal dari daerah berbeda dengan tempat mereka mencalonkan diri.
Misalnya Adian Napitupulu yang berasal dari Batak namun menjadi caleg di Bogor, Fadli Zon dari Minang yang mencalonkan diri di Bogor.
Hingga Deddy Sitorus yang berasal dari Batak dan menjadi caleg di Kalimantan Utara.
Guntur mengatakan penempatan caleg di semua partai merupakan keputusan DPP partai yang dibuktikan dengan surat yang ditantangani Ketua Umum dan Sekjen DPP, tidak bisa sepihak berdasarkan keputusan Sekjen apalagi pribadi.
Baca juga: PDIP Tegaskan Belum Ada Pembicaraan Sedikitpun terkait Pergantian Posisi Hasto dari Jabatan Sekjen
"Ini baru bukti yang pertama, sudah mengada-ada yang makin memperjelas dugaan kriminalisasi terhadap Sekjen PDI Perjuangan," ujarnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ngotot agar Harun Masiku menjadi anggota DPR periode 2019–2024.
Bahkan, Hasto disebut KPK turut memberikan uang yang dipergunakan untuk menyuap Wahyu Setiawan selaku komisioner KPU saat itu.