Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana Uji Materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
Sidang dengan perkara nomor 53/PUU-XXI/2023 digelar pada Selasa (30/5/2023) yang diajukan oleh Muhammad Helmi Fahrozy sebagai pemohon.
Baca juga: Hingga Kini Belum Ada Agenda Sidang Putusan Uji Materi Sistem Pemilu, MK: Tak Ada Batasan Waktu
Sidang tersebut dipimpin hakim konstitusi Suhartoyo dan didampingi hakim konstitusi Wahidudin Adams dan Guntur Hamzah.
Kuasa hukum pemohon, Aldo Pratama meminta MK mengabulkan gugatan yang diajukan pihaknya.
Ia juga meminta Mahkamah menyatakan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik bertentsngan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Baca juga: Denny Indrayana Minta MK Tidak Ubah Sistem Pemilu 2024 Jadi Proporsional Tertutup
“Pengurus partai politik memegang jabatan selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali satu kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut, serta pendiri dan pengurus partai politik dilarang merangkap sebagai anggota partai politik lain,” ucap Aldo Pratama dalam sidang di Mahkamah Konstitusi, Selasa.
Ia juga meminta Mahkamah memuat putusan ini dalam berita negara sebagaimana mestinya.
Aldo menyatakan pihaknya telah memenuhi kedudukan hukum sebagai pemohon atau legal standing.
Dalam pokok permohonannya, dia menjelaskan bahwa pembatasan masa jabatan pimpinan parpol merupakan keniscataan sebagai implikasi dari partai politik sebagai tonggak dan penggerak demokrasi, serta salah satu unsur pelaksana kedaulatan rakyat.
Kemudian pemohon juga melihat bahwa ketiadaan batasan masa jabatan pimpinan parpol berimpilkasi pada kekuasaan yang terpusat pada orang tertentu dan terciptanya keotoritariatan dan dinasti dalam tubuh parpol.
Menurutnya, desain UU Parpol cenderung menempatkan parpol sebagai organisasi superior tanpa adanya pengawasan yang dilakukan pemerintah maupun pihak internal dari partai itu sendiri.
“Jika pun ada pengawasan internal namun hanya diatur melalui Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga partai yang bersangkutan dengan memunculkan organ internal yang penamaannya berbeda-beda setiap parpol. Namun demikian organ internal pun tunduk terhadap parol, dalam hal ini ketua umum,” tuturnya.
Aldo melanjutkan bahwa pembatasan masa jabatan ketua umum parpol merupakan bentuk check and balance dan mekanisme kontrol di tubuh parpol melalui pemaknaan Pasal 2 ayat 1 b UU Partai Politik.