Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia mengungkapkan konsekuensi apabila Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup atau coblos partai.
Doli mengatakan saat ini tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan 11,5 bulan alias tinggal 8,5 bulan lagi.
"Jadi kita harus melihat bahwa kalau kita merubah secara tiba-tiba di tengah perjalanan yang prosesnya sudah cukup panjang, ini akan menimbulkan implikasi yang tidak sedikit," kata Doli di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023).
Dia menyebut Komisi II DPR RI bersama penyelenggara Pemilu juga sudah memutuskan surat suara, bilik suara untuk proposional terbuka.
"Nah bayangkan kalau tiba-tiba itu, berarti ada pembahasan ulang lagi," ujar Ketua Komisi II DPR ini.
Selain itu, Doli menuturkan saat ini semua partai politik (parpol) di semua tingkatan sudah memasukkan nama-nama bakal calon anggota legislatif (bacaleg).
"Kalau tiba-tiba itu dihentikan, ini tertutup ini kan enggak ada, jadi bubar jalan ini. Bayangkan mereka yang sudah ikut, mengurus SKCK (surat keterangan catatan kepolisian), ngurus pengadilan, terus kesehatan, dan tiba-tiba apa yang mereka kerjakan itu enggak ada artinya. Itu kan juga akan menimbulkan implikasi," jelasnya.
Dia juga menyebut bahwa KPU telah melakukan tahapan pemutakhiran daftar pemilih termasuk klasifikasinya.
"Jadi kalau memang tiba-tiba tertutup kita punya hanya waktu 8 atau 7 bulan kalau diputus cepat nih untuk sosialisasi, mengubah mindset mereka dari terbuka manjadi tertutup. Itu juga akan berimplikasi. Setidaknya nanti bisa mengganggu terhadap kredibilitas pemilik," ungkap Doli.
Lebih lanjut, Doli menegaskan mahkamah konstitusi (MK) tidak dalam posisi menilai sistem Pemilu baik atau buruk.
Baca juga: Ibas Ibaratkan Sistem Pemilu Tertutup seperti Beli Kucing Dalam Karung
"Hakim konstitusi hanya memutuskan apakah ini bertentangan dengan undang-undang atau tidak. Bukan mana yang cocok atau mana yang harus dijalankan," tegasnya.