Oleh karenanya, penyelesaian persoalan Brigjen Endar memedomani hukum administrasi kepegawaian ataupun administrasi pemerintahan sesuai UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang bermuara pada Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), bukan di Ombudsman.
"Dalam mekanismenya, keputusan KPK ini diuji berdasarkan aspek wewenang, substansi, maupun prosedur. Apakah terdapat penyalahgunaan wewenang (maladministrasi) baik ditinjau dari peraturan perundang-undangan maupun asas umum pemerintahan yang baik (AUPB)," kata Cahya.
Diberitakan, Ombudsman mendapatkan sejumlah kendala dalam proses pemeriksaan dugaan maladministrasi dalam pencopotan Brigjen Endar Priantoro sebagai Direktur Penyelidikan KPK.
Salah satu kendala itu adalah KPK yang menolak diperiksa oleh lembaganya.
“Kami mendapatkan surat jawaban yang buat kami sungguh mengagetkan,” kata Komisioner Ombudsman RI Robert Endi Na Endi Jaweng di kantornya pada Selasa (30/5/2023).
Endi mengatakan lembaganya menerima laporan dari Endar pada pertengahan April 2023.
Endar melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri, Sekretaris Jenderal KPK Cahya Harefa, dan Kepala Biro SDM KPK atas pencopotannya sebagai Direktur Penyelidikan KPK.
Endar menganggap pencopotan itu adalah tindakan maladministratif.
Menurut Endi, Ombudsman melakukan pemeriksaan awal.
Dari pemeriksaan itu, Ombudsman menyimpulkan bahwa laporan Endar masuk dalam kewenangan Ombudsman.
Sehingga Ombudsman melanjutkan laporan ini ke tahap pemeriksaan.
Pemeriksaan yang dilakukan Ombudsman awalnya berjalan mulus. Endar sebagai terlapor sudah diperiksa.
Begitu pun pihak Polri juga bersedia diperiksa oleh Ombudsman.
Akan tetapi, kendala itu muncul ketika Ombudsman mulai melakukan pemanggilan terhadap KPK.