TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Babak baru kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya tahun anggaran 2022-2023, dugaan korupsi penerimaan fee jasa travel umrah, dan dugaan korupsi pemberian suap pengondisian pemeriksaan keuangan tahun 2022 di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau segera dimulai.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampungkan penyidikan atas nama Fitria Ningsih (FN), Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti.
Fitria merupakan penyuap Bupati nonaktif Kepulauan Meranti Muhammad Adil (MA) dan Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau M. Fahmi Aressa (MFA).
"Hari ini telah selesai dilaksanakan penyerahan tersangka dan barang bukti dari tim penyidik pada tim jaksa KPK dengan tersangka FN sebagai pihak pemberi suap pada tersangka MA dan tersangka MFA," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Senin (5/6/2023).
Ali mengatakan pemenuhan alat bukti dalam berkas perkara telah dilengkapi tim penyidik, sehingga dinyatakan lengkap oleh tim jaksa KPK.
Penahanan Fitria selanjutnya menjadi wewenang tim jaksa KPK selama 20 hari ke depan sampai dengan 24 Juni 2023 dan tetap berada di rutan KPK.
"Dalam waktu 14 hari kerja, segera dilakukan pelimpahan berkas perkara dan surat dakwaan ke Pengadilan Tipikor," kata Ali.
Sebagaimana diketahui, Bupati Kepulauan Meranti M Adil terjerat Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, Kamis (6/4/2023) malam.
Setelah menjalani pemeriksaan penyidik KPK, Adil ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.
KPK juga menetapkan Kepala BPKAD Meranti Fitria Ningsih dan M. Fahmi Aressa selaku auditor BPK Perwakilan Riau sebagai tersangka.
Penyidik KPK telah menemukan bukti bahwa Adil menerima uang sekira Rp26,1 miliar dari berbagai pihak.
Adil diduga memerintahkan para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk memotong anggaran sebesar 5 hingga 10 persen.
Pemotongan anggaran itu kemudian disetorkan kepada Fitria, orang kepercayaan Adil.
Selain menjabat sebagai Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti, Fitria juga diketahui menjabat sebagai Kepala Cabang PT Tanur Muthmainnah.
PT Tanur Muthmainnah yang bergerak di bidang jasa travel umrah tersebut terlibat dalam proyek pemberangkatan umrah bagi para takmir masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Perusahaan itu mempunyai program setiap memberangkatkan lima jemaah umrah, maka akan mendapatkan jatah gratis umrah untuk satu orang.
Namun, pada kenyataannya tetap ditagihkan enam orang kepada Pemkab Kepulauan Meranti.
Uang hasil korupsi tersebut selain digunakan untuk keperluan operasional Adil juga digunakan untuk menyuap Fahmi demi memberikan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti.
Baca juga: KPK Periksa Plt Bupati Kepulauan Meranti Terkait Kasus Korupsi M Adil
Dalam perkembangannya, KPK telah mencegah sejumlah pihak bepergian ke luar negeri dalam kasus ini.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, sejumlah pihak itu antara lain, Muhammad Reza Fahlevi, Maria Giptia, Deny Surya Abdurrahman, dan Heny Fitriani.
Reza merupakan CEO PT Tanur Muthmainnah Tour. Deny adalah CEO PT Hamsa Mandiri International Tours.
Sementara, Maria ialah istri dari Reza. Dan, Heny seorang PNS.
Kemudian, KPK juga mencegah delapan pegawai BPK Perwakilan Riau dan dua orang lagi berasal dari unsur swasta.
Berdasarkan penghimpunan informasi, delapan pegawai BPK Perwakilan Riau yang dicegah bepergian ke luar negeri antara lain, Ruslan Ependi, Odipong Sep, Dian Anugrah, Naldo Jauhari Pratama, Aidel Bisri, Feri Irfan, Brahmantyo Dwi Wahyuono, dan Salomo Franky Pangondian.
Sementara dua pihak swasta yaitu, Findi Handoko dan Ayu Diah Ramadani.