News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Denny Indrayana Kembali Serang Jokowi, Kali Ini Minta DPR Makzulkan Presiden, Ini Isi Suratnya

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Denny Indrayana (kiri) dan Joko Widodo.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM era SBY, Denny Indrayana kembali menyerang Presiden Jokowi.

Sebelumnya eks bakal calon gubernur Kalimantan Selatan ini membocorkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024 mendatang,

Dia sekaligus mengkritik Jokowi cawe-cawe di Pilpres 2024.

Kali ini Denny bersuara lantang meminta Jokowi dimakzulkan.

Di twitter-nya @dennyindrayana, dia mempublikasikan surat terbuka kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar menggunakan hak angket untuk melakukan pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo.

Surat yang ditulis tertanggal 7 Juni 2023 di Melbourne Australia itu ditujukan kepada Pimpinan DPR RI dan berjudul "Laporan Dugaan Pelanggaran Impeachment Presiden Widodo".

Baca juga: Denny Indrayana Sebut Mahfud MD Tahu Sosok Pemberi Informasi Putusan MK Soal Sistem Pemilu

Denny  yang kini berada di Australia itu membenarkan cuitannya di twitter dan mengizinkan untuk mengutip isi suratnya.

"Sebagai bukti awal, saya tuliskan kesaksian seorang tokoh bangsa, yang pernah menjadi Wakil Presiden, bahwa Presiden Jokowi sedari awal memang mendesain hanya ada dua capres dalam Pilpres 2024, tanpa Anies Baswedan," kata Denny dikutip pada Rabu (7/6/2023).

"Sebagai bukti awal, kesaksian tersebut tentu harus divalidasi kebenarannya. Saya menyarankan DPR melakukan investigasi melalui hak angketnya, yang dijamin UUD 1945," ujar Denny.

Surat yang ditulis tertanggal 7 Juni 2023 di Melbourne Australia itu ditujukan kepada Pimpinan DPR RI dan berjudul "Laporan Dugaan Pelanggaran Impeachment Presiden Widodo".

Kondisi Politik

Denny mengungkapkan situasi politik dan hukum Indonesia sedang tidak normal, banyak saluran aspirasi ditutup, bahkan dipidanakan.

Salah satunya yang dialami oleh Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.

Mereka katanya dikriminalisasi karena menyampaikan kritik dan pengawasan publiknya.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini