News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Tembak Polisi

Eksaminasi Hukuman Ferdy Sambo, Pakar Kupas Pertimbangan Hakim Jatuhkan Vonis Mati

Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa Ferdy Sambo memasuki ruang untuk menjalani sidang vonis terkait kasus pembunuhan Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023). Ketua Majelis Hakim Wahyu Imam Santoso memvonis mantan Kadiv Propam tersebut hukuman mati karena terbukti sebagai dalang pembunuhan berencana Brigadir J. (Warta Kota/YULIANTO)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum pidana, Chairul Huda menjadi bagian eksaminasi putusan hukuman mati yang dijatuhi kepada mantan Kepala Divisi Propam Polri, Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua.

Selain Huda, ada tujuh eksaminator ternama salah satunya Prof. Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej.

Huda mengaku menulis eksaminasi putusan hukuman mati terhadap Ferdy Sambo, itu berbekal pada putusan tingkat pertama atau Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menurut dia, putusan tingkat banding tidak menjadi bagian eksaminasi karena hanya menguatkan putusan tingkat pertama saja.

Baca juga: 8 Pakar Hukum Indonesia Ini Ikut Eksaminasi Putusan Hukuman Mati Ferdy Sambo

“Memang cukup banyak hal menarik untuk dipersoalkan bagi kita akademisi maupun praktisi hukum,” kata Huda dikutip dari Youtube LKBH FH UII pada Minggu (11/6/2023).

Pertama, Huda mengupas soal pemahaman Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menjatuhkan hukuman mati kepada Ferdy Sambo.

Hal ini, kata Huda, tidak tepat dipahami tentang apa itu pembunuhan berencana.

“Ini adalah kasus pembunuhan, yang memang diperberat hukumannya karena ada hal tertentu terkait dengan pelaksanaannya, yang orangnya juga bisa menyebutnya dengan berencana,” ujar Penasihat Ahli Kapolri ini.

Sebetulnya, kata dia, jika mengutip Prof. Andi Hamzah bahwa pembunuhan berencana adalah pembunuhan yang dipikir-pikir lebih dulu.

Sehingga, pembunuhan berencana itu dibedakan dengan pembunuhan spontan.

“Pembunuhan secara spontan dan pembunuhan si pelaku mempunyai suasana yang tenang untuk memikirkan apa yang mau dilakukan,” jelas dia. 

Huda melihat pertimbangan majelis hakim adalah posisi Putri Candrawathi, Ricky Rizal Wibowo dan Kuat Ma’ruf.

Justru, Huda mempertanyakan apa kontribusi mereka terhadap matinya Brigadir Yosua di rumah dinas Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

“Sebenarnya tidak ada, tapi kemudian mereka dianggap menjadi bagian pembunuhan berencana yang sebenarnya tidak ada kontribusinya,” katanya.

Sedangkan, kata dia, Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada Richard yang punya kontribusi. Sementara, lanjut Huda, peran Ferdy Sambo dalam kematian Brigadir Yosua masih diperdebatkan.

Baca juga: Putrinya Ultah ke-22, Isi Surat Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi untuk Trisha Eungelica Disorot

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini