Karena, apabila tidak dilakukan maka manusia belum bisa dianggap merdeka.
Berikut pandangan Bung Hatta yang dibacakan Arief:
"Di sebelah demokrasi politik harus pula berlaku demokrasi ekonomi. Kalau tidak, manusia belum merdeka. Persamaan dan persaudaraan belum ada. Sebab itu, cita-cita demokrasi Indonesia adalah demokrasi sosial, meliputi seluruh lingkungan hidup yang menentukan nasib manusia. Cita-cita keadilan yang terbanyak di muka dijadikan program untuk dilaksanakan di dalam praktil hidup nasional di kemudian hari."
Selanjutnya, Arief juga mengutip pandangan Haji Agus Salim dalam pidato di hadapan BPUPK pada 11 Juli tahun 1945.
Berikut pandangan Agus Salim yang dibacakannya:
"Kebetulan cara permufakatan yang kita cari berlainan sekali daripada yang terpakai dalam demokrasi barat itu. Maka jikalau ternyata dalam pemusyawaratan, bahwa di situ ada satu bagian besar yang dengan kekerasan keyakinan, hendak menyampaikan sesuatu maksud itu, jikalau tidak nyata-nyata maksud itu diterapkan akan membawa bahaya atau bencana besar, maka bagian yang lain dalam permusyawaratan itu tidak boleh berkeras menyangkal, melainkan membulatkan kata sepakat supaya boleh dicoba untuk ikhlas menjalankan keputusan bersama itu...," kata Arief.
Dari beberapa pandangan pendiri bangsa mengenai sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, kata Arief, nampak jelas semuanya menolak konsep demokrasi liberal dan paham individualisme yang dalam ekonomi akan melahirkan kapitalisme dan dalam lapangan politik melahirkan kolonialisme.
"Artinya, demokrasi atas dasar permusyawaratan-perwakilan merupakan alternatif dari demokrasi liberal," kata Arief.
Ia kemudian mengutip pandangan David Miller dan Nuffield College, Oxford terkait demokrasi deliberatif sebagai padanan dari demokrasi perwakilan.
Baca juga: Bantah Klaim Denny Sistem Pemilu Tertutup Diputuskan 28 Mei 2023, MK: 7 Juni Baru Ada Posisi Hakim
Ia kemudian mengutip gagasan demokrasi deliberatif menurut kedua orang tersebut:
"Cita-cita deliberatif juga dimulai dari premis bahwa prefirensi politik akan berkonflik dan tujuan lembaha demokrasi harus menyelesaikan konflik ini. Namun, membayangkan hal ini terjadi melalui diskusi terbuka dan tanpa paksaan tentang penyelesaian suatu masalah yang bertujuan untuk mencapai keputusan yang disepakati. Proses mencapai keputusan juga akan menjadi proses di mana preferensi aaal diubah untuk mempertimbangkan pandangan orang lain," kata Arief.
Di sisi lain, menurut Bung Karno, lanjut dia, demokrasi permusyawaratan-perwakilan itu memiliki fungsi ganda.
Fungsi tersebut, lanjut dia, yakni menjadi sarana untuk mengadu ide, gagasan, dan aspirasi golongan yang ada di dalam masyarakat dalam suatu badan perwakilan.
Namun di sisi lain, kata Arief, dengan semangat permusyawaratan, justru akan menguatkan negara persatuan.