Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI tidak menganjurkan pemberantasan nyamuk dengan fogging. Pasalnya, fogging hanya berdampak sesaat.
Efeknya kadang-kadang malah merugikan kesehatan manusia.
Fogging sangat mencemari lingkungan dan akhirnya mencemari manusia.
Fogging juga dapat membuat nyamuk malah menjadi resisten atau kebal.
Baca juga: Cemari Lingkungan, Kemenkes Tak Anjurkan Fogging sebagai Upaya Cegah DBD
"Saat ini sudah meminimalkan penggunaan fogging, yang harus dilakukan adalah pemberantasan sarang nyamuk yang harus dilakukan secara massal, berkesinambungan dan kalau endemis, ini harus dilakukan sepanjang tahun," ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr Imran Pambudi MPHM.
Fogging hanya efektif dalam membunuh nyamuk dewasa, namun tidak untuk larva, telur, ataupun jentik nyamuk.
Biasanya fogging dilakukan saat ditemukan satu kasus positif Demam Berdarah, ada penderita panas yang lain, dan ditemukan jentik.
Pemerintah memiliki strategi penanggulangan DBD terutama dalam pemberantasan sarang nyamuk.
Pemberantasan sarang nyamuk dilakukan dengan 3M plus yaitu pertama menguras dan menyikat, kedua menutup tempat penampungan air, ketiga memanfaatkan atau mendaur ulang barang bekas.
Plusnya adalah bagaimana mencegah gigitan dan perkembangbiakan nyamuk dengue seperti menanam tumbuhan pengusir nyamuk.
Baca juga: Waspada DBD, Nyamuk Dengue Ganas di Suhu Tinggi
Data Kemenkes pada 27 November 2022 menunjukkan kasus DBD periode 10 tahun terakhir mulai naik setiap bulan November, puncak kasus pada Februari, dan Maret-April mulai terjadi penurunan kasus.
Siklus ini terjadi selama 10 tahun terakhir.
"Ini hubungannya dengan siklus musim hujan, jadi kalau musim hujan itu karena ada genangan air maka kasusnya meningkat dan ini terjadi setiap tahun seperti ini," ungkap dr Imran.