News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

7.000 Honorer Bawaslu Terancam Dicopot, Menpan RB Cari Solusi Tapi Anggaran Tak Membengkak

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Erik S
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

7.000 pegawai honorer Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang akan kehilangan pekerjaannya buntut kebijakan penghapusan pegawai pemerintah non pegawai negeri (PPNPN) atau honorer per 23 November 2023.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setidaknya ada 7.000 pegawai honorer Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang akan kehilangan pekerjaannya buntut kebijakan penghapusan pegawai pemerintah non pegawai negeri (PPNPN) atau honorer per 23 November 2023.

Baca juga: Kementerian PPN/Bappenas Buka Seleksi PPNPN, Pendaftaran Berakhir Besok

Adapun ribuan pegawai honorer Bawaslu itu akan terancam kehilangan pekerjaannya menjelang pengawasan kampanye di Pemilu 2024.

Menanggapi hal itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Abdullah Azwar Anas menyebut persoalan pegawai honorer yang terancam kehilangan pekerjaan tidak hanya dialami oleh Bawaslu RI.

"Saya kira bukan hanya soal bawaslu. Kita sedang mencari opsi untuk penyelesaian honorer ya. Honorer ini kita akan tuntaskan terkait dengan jumlah honorer yang meningkat," kata Azwar di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (19/6/2023).

Azwar menuturkan persoalan pegawai honorer masih menjadi momok karena terus menerus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Bahkan, pemerintah telah mengimbau pegawai honorer tidak boleh lagi ada sejak 2018 lalu.

"Mestinya 2018 itu deadline. Terakhir tidak boleh lagi honorer. Ada honorer dikasih tenggat waktu 5 tahun. Jatuhnya 28 November. Waktu itu tinggal 400 ribu. Tapi nyatanya sekarang kan jadi 2,4 juta. Jadi kita sedang exercise ya, termasuk di dalamnya Bawaslu. Mudah-mudahan nanti sebelum November udah tuntas," jelasnya.

Baca juga: Lowongan Kerja Seleksi PPNPN Otorita IKN, Untuk Lulusan S1 dari Berbagai Jurusan

Lebih lanjut, Azwar menuturkan bahwa pihaknya masih mencari penyelesaian terbaik terkai nasib pegawai honorer di Indonesia. Pemerintah pun mengakui tidak mau adanya PHK massal.

Akan tetapi, kata Azwar, pemerintah juga tidak mau pegawai honorer terus membludak hingga akhirnya membuat anggaran negara semakin membengkak.

"Kan ini penyesuaian bukan hanya Bawaslu. Tapi seluruh honorer di Indonesia. Nanti akan ada kebijakan. Termasuk afirmasi kebijakan tidak boleh ada PHk massal. Dan kita mencarikan solusi jalan tengah. Tapi tidak ada pembengkakan anggaran," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) disebut akan kehilangan sekitar 7.000 pegawai imbas kebijakan pemerintah menghapus pegawai pemerintah non-pegawai negeri (PPNPN) atau honorer per 23 November 2023.

Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menyebutkan, hal itu merupakan tantangan berat karena pihaknya membutuhkan banyak tenaga untuk mengawasi masa kampanye yang dimulai pada 29 November 2023.

"Bagaimana mungkin kami melibatkan para staf (untuk mengawasi politik uang saat masa kampanye), jika jumlah staf terbatas," kata Bagja seperti dikutip dari Kompas.com, Jumat (16/6/2023).

Baca juga: Kisah Pasangan Suami Istri yang Dilantik Sebagai PPPK setelah 9 Tahun Jadi Guru Honorer

Menurut Bagja, di setiap Bawaslu kabupaten/kota kemungkinan hanya tersisa 8-10 staf setelah 7.000 pegawai honorer tak lagi bertugas.

Padahal, masa kampanye Pemilu 2024 diprediksi marak politik uang. Pasalnya, masa kampanye hanya 75 hari.

Dengan waktu yang singkat, dikhawatirkan para peserta pemilu tak punya cukup waktu untuk memperkenalkan diri dan program kepada masyarakat, sehingga memilih jalan pintas untuk mendulang suara dengan membeli suara.

"Masa 75 hari itu kan sudah di ujung (dekat ke hari pencoblosan). Peserta akan berlomba meyakinkan pemilih. Meyakinkan pemilih kan bisa dengan uang. Ini agak berbahaya," kata Bagja.

Sebelumnya, pada Pemilu 2019, Bawaslu mengutamakan pengawasan politik uang pada masa tenang yang dijadwalkan selama tiga hari setelah berakhirnya masa kampanye menuju hari pemungutan suara.

Ketika itu, politik uang rawan terjadi di masa renang. Sebab, masa kampanye pada 2019 berlangsung 6 bulan 3 pekan.

Namun, mengingat kerawanan yang dijelaskan Bagja, Bawaslu sedang mempertimbangkan untuk menarik fokus pengawasan politik uang tak hanya di masa tenang, tetapi juga pada masa kampanye Pemilu 2024.

Baca juga: Polda Sumbar Panggil Polisi Suami Guru Honorer yang Hina Anak Atta Halilintar

Karena itu, kata Bagja, Bawaslu akan intens mengawasi praktik politik uang sejak masa kampanye dimulai.

Namun, Bawaslu terkendala jumlah tenaga untuk melakukan itu. Bagja mengaku tak mungkin memperpanjang masa kerja mereka, sebab penentuan akhir masa tugas para petugas honorer itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang manajemen PPPK.

"Kami ingin teman-teman (honorer) ini diselamatkan karena mereka sudah berjuang sejak tahun 2018 atau 2019," ujar Bagja.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini