TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe menggunakan duit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Papua untuk berjudi di Singapura.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memastikan dugaan tersebut didalami lebih lanjut.
Alex mengatakan, KPK bakalan berkoordinasi dengan CPIB Singapura terkait dugaan aliran uang Lukas Enembe ke rumah judi atau kasino.
Baca juga: KPK Ungkap Warga Singapura Fasilitasi Lukas Enembe Cuci Uang Lewat Kasino
Koordinasi itu diperlukan, karena diduga ada keterlibatan warga negara Singapura yang berperan sebagai pencuci uang profesional.
"Apakah ketika yang bersangkutan di meja judi itu menang atau kalah, kalau kalah ya sudah amblas berarti kan duitnya," ujar Alex dalam keterangannya dikutip Selasa (27/6/2023).
Alex berkata, pendalaman atas aliran uang Lukas Enembe tersebut dilakukan guna mengetahui seberapa besar yang dipakai untuk judi.
Dari hasil pendalaman sejauh ini, dia menyampaikan, ada dugaan uang judi Lukas Enembe berasal dari APBD.
"Dari mana dana-dana tersebut diperoleh? Sejauh ini memang sebagian besar berasal dari penyalahgunaan APBD. Termasuk informasi yang dipaparkan ke pimpinan menyangkut dana operasional gubernur," kata Alex.
Alex mengungkapkan, dalam periode 2019-2022, dana operasional Lukas Enembe tiap tahunnya mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Angka tersebut jauh lebih besar dari ketentuan yang ditetapkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Sebagian besar dibelanjakan untuk biaya makan minum. Bayangkan kalau Rp1 triliun itu sepertiga digunakan untuk belanja makan minum, itu satu hari Rp 1 miliar untuk belanja makan minum," ungkap Alex.
Komisi antikorupsi kemudian mendalami temuan tersebut. Hasil pendalaman KPK menemukan adanya dugaan kejanggalan.
"Kami sudah cek di beberapa lokasi tempat kwitansi diterbitkan. Ternyata itu banyak juga yang fiktif," kata Alex.
Terkini, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak eksepsi Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe.
Kasus suap dan gratifikasi yang menjerat Lukas Enembe pun berlanjut ke tahap berikutnya.
"Mengadili, menyatakan nota keberatan atau eksepsi terdakwa Lukas Enembe dan penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima," kata Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh dalam sidang putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (26/6/2023).
Atas penolakan tersebut, perkara Enembe akan dilanjutkan ke pemeriksaan perkara atau pembuktian.
Dalam kasus ini, Lukas Enembe didakwa menerima suap dan gratifikasi Rp46,8 miliar.