KPK turut menyebut Ben dan Ary juga memakai uang korupsinya untuk membayar dua lembaga survei guna mendongkrak elektabilitas.
"Mengenai besaran jumlah uang yang diterima BBSB dan AE sejauh ini sejumlah sekitar Rp8,7 miliar yang antara lain juga digunakan untuk membayar dua lembaga survei nasional," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (28/3/2023).
Uang sejumlah Rp8,7 miliar tersebut diduga diperoleh Ben dan Ary dari hasil pemotongan anggaran dari sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemkab Kapuas, Kalimantan Tengah, serta dari pihak swasta berkaitan dengan izin perkebunan.
Pungutan uang Ben tersebut dilakukan dengan dibantu Ary.
Ary diduga aktif turut campur dalam proses pemerintahan, antara lain dengan memerintahkan beberapa Kepala SKPD untuk memenuhi kebutuhan pribadinya.
Berdasarkan sumber Tribunnews.com, dua lembaga survei nasional itu menerima uang ratusan juta rupiah, yang dananya berasal dari kas SKPD.
"Dapat ratusan juta, sumber dana dari kas SKPD," kata sumber kepada Tribunnews.com, Rabu (29/3/2023).
Sumber ini mengatakan, duit ratusan juta dimaksud tidak diberikan langsung oleh Ben maupun Ary, melainkan melalui Kepala SKPD.
Namun, pemberian tetap berdasarkan arahan dari Ben dan Ary.
"Kepala SKPD langsung ngasih ke dua lembaga survei itu," katanya.
Sekadar informasi, Ben Bahat pernah mencalonkan diri sebagai calon Gubernur Kalimantan Tengah berpasangan H Ujang Iskandar pada 2020.
Saat itu mereka diusung partai Demokrat, Gerindra, Hanura, PKPI, dan PSI. Namun gagal.
Dia pun kembali menempati posisi sebagai Bupati Kapuas. Hingga akhirnya terjerat kasus hukum di KPK.
Atas perbuatannya itu, Ben dan istrinya kini resmi menjadi tahanan KPK.
Keduanya dijerat Pasal 12 huruf f dan Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Keduanya kini telah ditahan di Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih.