TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis, mengakui bahwa kewenangan penyidikan oleh Kejaksaan Agung tidak tertulis secara tersurat di dalam UUD 1945.
Tetapi, hal itu tak berarti memiliki kekuasaan tersebut. Ini disebut dengan otoritas tersirat (implied authority).
"Kewenangan menyidik bersifat implied authority. Kewenangan yang bersifat tidak secara tegas diterangkan di konstitusi. Tapi, kewenangan itu melekat pada kewenangan dasar," kata Margarito saat dihubungi, Jumat (30/6/2023).
"Itu sebabnya dulu, penyidikan oleh polisi bersandar pada kejaksaan," sambungnya.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Khairun, Ternate itu pun yakin MK bakal menolak gugatan soal penghapusan kewenangan kejaksaan mengusut kasus tindak pidana korupsi.
Sebab, sudah sedari awal kekuasaan itu dimiliki Kejaksaan.
"Dilihat dari segi asal atau sejarah atau sebut saja interpretasi historis, asal-usul penyidikan sedari awal dipegang kejaksaan. Dilihat dari sudut itu, kewenangan penyidikan [kejaksaan] sah secara konstitusional," katanya
Margarito menambahkan, implied authority ini muncul karena kejaksaan berwenang melakukan penuntutan. Tugas menuntut tersebut adalah otoritas tunggal (sole authority) kejaksaan.
"Di lihat dari ilmu konstitusi, kewenangan menuntut itu sebagai sole authority (dan) berimplikasi memiliki kewenangan menyidik," ujarnya.
"Misalnya, orang yang berhak menerbitkan keputusan, berhak untuk mencabut (keputusan)," imbuhnya.
Kendati demikian, Margarito tak mempersoalkan adanya uji materi terhadap Undang-Undang (UU) Kejaksaan tersebut. Menurutnya, kini tinggal kejaksaan melawannya.
"Saran saya kepada kejaksaan, siapkan betul ahli yang kredibel untuk mematahkan argumentasi lawan," pungkasnya.
Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi tengah menangani gugatan perkara nomor 28/PUU-XXI/2023, diajukan oleh Yasin M Djamaludin sebagai pihak pemohon.
Yasin sendiri merupakan penasihat hukum Plt Bupati Mimika Johannes Rettob, terdakwa kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan Tinggi Papua.
Baca juga: Anggota DPD RI Filep Wamafma: Kewenangan Jaksa dalam Mengusut Korupsi Justru Perlu Diperkuat
Pasal yang digugat oleh Yasin Djamaludin ke MK ini berkaitan dengan kewenangan Kejaksaan untuk menangani kasus korupsi.
Dalam petitum gugatannya, Yasin meminta agar Hakim Konstitusi membatalkan Pasal 30 Ayat (1) Huruf D Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Kemudian ada Pasal 39 Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan tindak pidana Korupsi yang diminta untuk dibatalkan.
Selain itu, Yasin juga meminta agar Hakim Konstitusi menghapus frasa "atau Kejaksaan" dalam Pasal 44 dan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal-pasal tersebut dianggap sang penggugat bertentangan dengan konstitusi dasar Republik Indonesia.
"Bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945," katanya dalam permohonan yang teregister di MK.
Sebagaimana diketahui, pasal-pasal yang digugat itu merupakan dasar hukum kewenangan Kejaksaan melakukan penyidikan, khususnya dalam bidang tindak pidana korupsi.