Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah harus secara serius membahas nasib pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) pertambangan yang mengalami pencabutan, supaya menjadi penunjang utama dalam hilirisasi.
Demikian disampaikan Ketua Bidang ESDM dan LHK BPP HIPMI Elia Nelson Kumaat, dalam keterangannya Selasa (4/7/2023).
"Tambang mineral dan hasil bumi merupakan bahan baku utama hilirisasi, bahkan bisa dibilang sebagai jantungnya hilirisasi harus segera dirapihkan alur dan kesiapannya, agar hilirisasi bidang tambang juga menjadi kekuatan utama bagi negara, hal ini juga yang menjadi perhatian dari BPP HIPMI, sebagai organisasi pengusaha muda yang berdiri sejak 1972," katanya.
Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2023 juga menjadi sorotan HIPMI.
"Apakah Peraturan Pemerintah ini yang akan menjadi solusi bagi IUP yang sudah dicabut? Sehingga semua dikembalikan ke Negara secara permanen, sehingga bisa dimanfaatkan lagi dengan alur yang diatur dalam PP No. 23 Tahun 2023 ini?" ujarnya.
"Jika iya, harus ada sosialisasi segera dan peraturan pelaksananya juga harus segera dibuat, sehingga tidak ada kebingungan lagi," imbuhnya.
Menurut Elia, negara sudah berada pada jalur yang tepat untuk menjalankan hilirisasi dan upaya untuk menjadi negara penghasil produk bernilai tambah, bukan lagi produsen bahan mentah.
Menurutnya negara jangan lagi disetir oleh kepentingan-kepentingan yang berlawanan dengan impian bangsa Indonesia ini.
"Jangankan IMF, bahkan jika ada bangsa sendiri yang mau menjegal, lawan! Hal ini jelas membawa manfaat, Indonesia mendapatkan benefit lebih dari USD 4 Miliar sepanjang program hilirisasi ini berjalan, melesat jauh dari pendapatan ekspor bahan mentah yang PNBP nya tidak mencapai USD 1 Milyar sepanjang ekspor mineral mentah masih diizinkan," ucapnya.
Hanya saat ini, menutnya pemerintah harus segera menata kondisi dari hulu bidang tambang, mulai dari aturan dan kejelasan bagi pemilik tambang, karena dari 2.000an IUP yang telah dicabut pemerintah, sebagian besar tentu memiliki potensi dan cadangan yang besar, sehingga harus segera dipikirkan jalan keluarnya oleh Negara.
Sepanjang 2020-2022 tercatat lebih dari 2.200 IUP OP dari sektor batubara, nikel dan mineral lain dicabut karena tidak memiliki proses produksi yang jelas.
Saat itu izin tambang-tambang yang dicabut sejalan dengan program Percepatan Ekonomi Nasional sebagai bagian pemulihan dari Covid-19 yang melanda Indonesia dan juga seluruh belahan dunia.
Namun dengan keadaan yang sudah berubah ini, negara juga harus bergerak cepat untuk menjawab keadaan ini, agar tidak menjadi suatu status quo dalam kondisi tambang yang dicabut ini.
Dengan potensi naiknya harga produk olahan mineral, terutama tembaga, nikel dan alumunium, maka diharapkan Indonesia bisa menangkap momentum ini, agar Indonesia bisa segera mendapat keuntungan dari kenaikan harga tersebut.
Baca juga: Dukung Hilirisasi, Pengembangan Ekosistem Kendaraan Listrik Digenjot
"Jika kepastian hukum ini selesai, diarahkan secara jelas untuk mendukung hilirisasi non-ekspor, kami yakin pasti akan terjadi lonjakan ekonomi dari sektor tambang. Potensi tambang Indonesia masih sangat besar dan Negara harus yang mendapat benefit paling nyata. Karena kenaikan harga ferronickel, tembaga dan lainnya bisa menjadi momentum yang baik jika dimanfaatkan," tandasnya.