Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi telah ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka empat tahun silam, tepatnya pada Februari 2019.
Namun hingga kini KPK tak kunjung jua menahan Supian Hadi.
Lembaga antirasuah berdalih masih melakukan penyidikan terhadap Supian Hadi.
Hal itulah yang membuat komisi antikorupsi belum menahan Supian Hadi hingga saat ini.
"Masih dalam proses penyidikan. Jadi ketika belum dilakukan penahanan tentu ada proses yang kemudian harus dilakukan," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri, Rabu (5/7/2023).
Baca juga: Soal Pernyataan Transaksi Gendut, BW Dinilai Sudutkan KPK untuk Bela Kasasi Mardani Maming di MA
Ali menyatakan KPK juga membuka ruang apabila tersangka ingin menggugat status tersangka ke pengadilan.
Polisi Pastikan Proses Hukum Ibu Bunuh Anak di Bekasi Terus Berjalan Meski Terindikasi Gangguan Jiwa
Hormati Proses Hukum di KPK, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Pastikan Pelayanan di BPPD Tetap Berjalan
"Kalau prapreadilan hak dari tersangka dan kami hargai, kami hormati, silakan bagi kami itu hal yang penting. Bagi kami itu bagian dari kontrol, tetapi kami ingin sampaikan seluruh proses yang disampaikan KPK dalam proses penyelidikan kami pastikan tidak akan jauh dan tidak akan laridari aturan hukum," katanya.
Ali menerangkan bahwa KPK berpijak pada hukum acara pidana yang berlaku, termasuk UU KPK.
KPK meyakini penetapan tersangka terhadap Supian Hadi sudah sesuai aturan.
Seperti diketahui, KPK menetapkan Supian Hadi sebagai tersangka pada 1 Februari 2019 dalam kasus dugaan korupsi terkait penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) kepada tiga perusahaan dari Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur.
Tiga perusahaan itu adalah PT Fajar Mentaya Abadi, PT Billy Indonesia dan PT Aries Iron Mining.
Dalam kasus ini, perbuatan Supian diduga telah merugikan negara Rp5,8 triliun dan 711 ribu dolar Amerika Serikat.
Dugaan kerugian negara itu dihitung dari produksi hasil pertambangan bauksit, kerusakan lingkungan dan kerugian kehutanan akibat produksi dan kegiatan pertambangan.
Supian diduga menyalahgunakan wewenang dalam penerbitan izin usaha pertambangan kepada tiga perusahaan tersebut.
Masing-masing perizinan itu diberikan pada 2010 hingga 2012.
Pemberian izin usaha pertambangan tersebut diduga tidak sesuai dengan persyaratan dan melanggar regulasi.