News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dugaan Korupsi di BAKTI Kominfo

Jaksa akan Hadirkan Auditor BPKP untuk Buktikan Kerugian Negara Rp 8 Triliun dari Kasus BTS Kominfo

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4 dan 5 dari BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tahun 2020 sampai 2022 Anang Achmad Latif mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (4/7/2023). Sidang mantan Direktur Utama (Dirut) Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo tersebut beragenda pembacaan nota pembelaan atau eksepsi. Warta Kota/YULIANTO

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) menyatakan kesiapan untuk membuktikan adanya kerugian keuangan negara dalam perkara korupsi pengadaan tower BTS BAKTI Kominfo.

Kerugian keuangan negara yang mencapai Rp 8 triliun lebih itu akan dibuktikan dengan menghadirkan ahli yakni auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) di persidangan.

"Hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara merupakan alat bukti surat dan hasil pemeriksaannya akan disampaikan ahli auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan di persidangan yang menjadi bagian pembuktian oleh penuntut umum," ujar jaksa penuntut umum saat membacakan tanggapan atas eksepsi Johnny G Plate, terdakwa kasus korupsi BTS Kominfo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (11/7/2023).

Menurut JPU, hasil audit penghitungan kerugian keuanga negara dalam perkara ini telah dilakukan sesuai standar audit yang berlaku di BPKP.

Baca juga: Jaksa Berterima Kasih Kubu Johnny G Plate Bantu Hitung Kerugian Negara di Proyek BTS 4G

Termasuk diantaranya dengan melakukan serangkaian pemeriksaan.

"Sesuai dengan standar audit yang berlaku dan dibuat oleh BPKP sebagai lembaga yang berwenang untuk melakukan audit dalam rangka melakukan penghitungan kerugian negara sebagaimana amanat Perpres RI Nomor 192 Tahun 2014," katanya.

Adapun argumen penasihat hukum terdakwa yang dalam eksepsinya menyatakan terdapat cut off dalam penghitungan kerugian negara, dianggap jaksa tidak berdasar.

Sebab hal tersebut merupakan ranah pokok perkara yang akan dibuktikan dalam pemeriksaan di persidangan.

Padahal semestinya eksepsi berisikan bantahan atas dakwaan secara terbatas, yakni berdasarkan Pasal 156 (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Hal tersebut merupakan bagian dalam materi pokok perkara, sehingga tidak relevan dengan materi keberatan yang telah ditentukan batasannya secara limitatif dalam Pasal 156 Ayat 1 KUHAP."

Atas tanggapan tersebut jaksa penuntut umum meminta agar Majelis Hakim menolak eksepsi tim penasihat hukum Johnny G Plate.

Tim JPU juga meminta agar Majelis Hakim menyatakan dakwaan telah memenuhi persyaratan formil dan materiil.

Kemudian tim JPU juga meminta agar Majelis Hakim terus memeriksa dan mengadili perkara ini.

"Menyatakan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini," ujar jaksa penuntut umum.

Untuk informasi, dalam perkara ini Johnny G Plate bersama lima terdakwa lainnya telah dijerat pasal korupsi.

Kelima terdakwa lainhya ialah eks Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif; Tenaga Ahli HUDEV UI, Yohan Suryanto; Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan; Galumbang Menak Simanjuntak; dan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali.

Keenamnya telah didakwa Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian Anang Latif, Galumbang Menak, dan Irwan Hermawan juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU), yakni Pasal 3 subsidair Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini