Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Wakil Menteri Hukum dan HAM atau Wamenkumham, Denny Indrayana, merespons soal RUU Perampasan Aset yang kini berada di DPR tetapi tak kunjung dimulai pembahasannya.
Denny yang merupakan Caleg Partai Demokrat di Pemilu 2024 ini mengatakan berlarut-larutnya RUU tersebut dan tak kunjung dibahas semakin jelas menandakan kebijakan rezim Presiden Jokowi dan koalisinya yang koruptif.
"Setelah sebelumnya di Aceh, Presiden Jokowi tidak mau bertanggung jawab dan mengatakan soal RUU Perampasan Aset adalah urusan DPR. Kali ini, setali tiga uang, Ketua DPR RI Puan Maharani ngeles bahwa RUU tersebut tidak bisa dibahas karena maksimal dua RUU diselesaikan dalam satu tahun," kata Denny dalam pesan yang diterima, Rabu (12/7/2023).
Baca juga: Surpres RUU Perampasan Aset Tak Dibacakan di Paripurna DPR, Puan Ungkap Alasannya
Menurut Pakar Hukum Tata Negara itu, tidak ada pembatasan demikian dalam ketatanegaraan di Indonesia.
"Jawaban Jokowi yang lempar batu ke DPR, dan jawaban Puan Maharani, yang sembunyi tangan ngeles membahas RUU Perampasan Aset, adalah sikap asli mereka, bukan kawe (palsu) dalam soal-soal korupsi, yaitu sikap yang jelas-jelas koruptif," katanya.
Dia menilai terlihat jelas baik Jokowi dan koalisinya di pemerintahan dan parlemen sudah sangat koruptif.
"Dalam RUU Perubahan UU KPK, pembahasan super cepat-kilat dalam 12 hari dilakukan. Hasilnya KPK dilumpuhkan, diletakkan di bawah kendali rumpun eksekutif (presiden), alias penanganan kasusnya dikendalikan Presiden Jokowi," kata dia
Kemudian dalam RUU Perubahan UU Minerba, RUU Ciptaker yang bahkan dibuatkan Perppu, RUU IKN, Denny menilai semuanya dibahas cepat.
"Karena ada kepentingan proyek oligarki koruptif yang dibisniskan," ujarnya.
Namun Denny menyebut dalam RUU Perampasan Aset, rezim Jokowi hanya bersikap palsu seolah-olah antikorupsi padahal menghindar pembahasan RUU yang sangat penting untuk merampas harta-harta koruptor Indonesia.
"Kasihan Prof Mahfud MD yang bekerja keras sehingga terbitnya Surpres pada 4 Mei 2023 yang lalu. Namun itu hanya pencitraan politik yang kawe (palsu)," kata Denny
"Jangan bersikap palsu Pak Jokowi. Ayo cawe-cawe mempercepat pembahasan RUU Perampasan Aset kalau memang Anda serius dan berani? Rakyat Indonesia jangan lagi mau dibodohi. Bersikaplah berani dan kritis menghadapi pencitraan yang palsu. Jangan lagi mau tertipu," pungkasnya.
Penjelasan DPR
Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani memberikan penjelasan terkait RUU Perampasan Aset yang tidak dibacakan dalam Rapat Paripurna, Selasa (11/7/2023) lalu.
Padahal, Surat Presiden (Surpres) tentang RUU Perampasan Aset sudah ada di DPR.
"Terkait dengan perampasan aset, hari ini komisi III sedang fokus membahas tiga permasalahan atau RUU yang masih dibahas untuk bisa menyelesaikan rancangan undang undang yang ada di setiap komisinya," ujar Puan kepada wartawan, dikutip Rabu (12/7/2023).
Politisi PDIP itu mengatakan bahwa Komisi III DPR memiliki RUU lain untuk dibahas.
Puan ingin RUU bisa diselesaikan maksimal dua tahun beserta tata tertibnya setiap tahun.
"Jika kemudian dua sudah selesai, silakan menambah. Namun jika belum selesai harus diselesaikan dahulu rancangan undang undang tersebut," tuturnya.
Komisi III, dikatakan Puan, akan membahas soal RUU Perampasan Aset apabila sudah menyelesaikan dua rancangan undang-undang lainnya.
"Nantinya kalau sudah, baru kita akan membahas rancangan undang-undang yang lain. Sehingga fokus dalam pembahasannya," kata politikus PDIP itu.
Meski demikian dia tak menyebut undang-undang apa yang sedang dirancang di Komisi III.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyebut Surpres tentang RUU Perampasan Aset sudah dikirimkan ke DPR.
"RUU Perampasan Aset, saya itu sudah mendorong tidak sekali, dua kali. Sekarang itu posisinya ada di DPR," kata Jokowi di Aceh, Selasa (27/6/2023).
Dia menambahkan pemerintah tidak mungkin terus-menurus mengulangi soal RUU Perampasan Aset itu.
"Masak, saya ulang terus, saya ulang terus. Sudah di DPR, sekarang dorong saja yang di sana," katanya.