Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada korupsi pengadaan tower BTS, Windi Purnama mancabut permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Permohonan pencabutan praperadilan itu pun telah dikabulkan hakim tunggal, Tumpanuli Marbun.
"Menetapkan, mengabulkan pencabutan permohonan tersebut. Memerintahkan keada kepaniteraan pidana Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mencoret permohonan praperadilan nomor 68/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL dari register yang tersedia," kata Tumpanuli Marbun dalam persidangan Senin (17/7/2023).
Padahal, permohonan belum sempat dibacakan di muka persidangan.
Dalam mengajukan pencabutan praperadilan, Windi disebut-sebut telah berkoordinasi dengan kuasa hukumnya.
"Setelah kita berkoordinasi dengan klien, dan keputusan seperti itu sekarang," ujar Rizky Khairullah, kuasa hukum Windi Purnama saat ditemui usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/7/2023).
Baca juga: BREAKING NEWS: Kurir Saweran Proyek BTS Kominfo Cabut Permohonan Praperadilan
Menurut kuasa hukumnya, Windi mencabut permohonan praperadilan lantaran hendak fokus menjalani proses hukum pada perkara pokok.
"Pertimbangan utamanya adalah kita fokus ke persiapan untuk sidang utamanya saja," kata Rizky.
Meski pencabutan telah dikabulkan, tim kuasa hukum mengklaim tak ada rasa pesimis sejak awal mengajukan praperadilan.
Berulang-ulang, pihaknya menekankan persiapan perkara pokoklah yang jadi alasan pencabutan praperadilan.
Bahkan pihak Windi Purnama memberi isyarat seolah ingin perkara pokoknya segera disidangkan.
Baca juga: Uang Korupsi BTS Kominfo Diduga Mengalir ke Oknum Pimpinan BPK Lewat Perantara
"Kita tinggal menunggu pelimpahan berkas perkara dari penyidik ke proses penuntutan dan harapannya segera dilimpah ke proses persidangan," ujar Rizky.
Sebagai informasi, praperadilan ini diajukan Windi Purnama pada Kamis (22/6/2023) dan telah teregister dengan nomor 68/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL.
Pihak termohon dalam praperadilan ini ialah Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung yang saat ini dijabat oleh Kuntadi.
"Klasifikasi Perkara: Sah atau tidaknya penetapan tersangka. Pemohon: Windi Purnama. Termohon: Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus," sebagaimana dikutip dari laman sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Minggu (25/6/2023).
Baca juga: Kejagung Sebut Menpora Tak Terkait Pengembalian Rp 27 Miliar Kasus BTS Kominfo
Penetapan Windi Purnama sebagai tersangka TPPU pada korupsi pembangunan tower BTS Kominfo sendiri telah dilakukan Kejaksaan Agung pada Selasa (23/5/2023).
Dalam rilisnya, Kejaksaan Agung enggan membeberkan peran Windi secara spesifik.
Dia hanya disebut memiliki kedekatan dengan Irwan Hermawan, terdakwa pada perkara korupsi dan TPPU BTS Kominfo.
Peran Windi Purnama dalam perkara ini terungkap di dalam berita acara pemeriksaannya sebagai pihak yang mengantarkan sejumlah uang ke berbagai pihak.
Satu di antaranya, di dalam BAP, Windi mengaku mengantarkan uang ke Nistra untuk oknum Komisi I DPR.
Kemudian dia juga mengaku menyerahkan uang ke Sadikin, Feriandi Mirza, Yunita, dan Jenifer.
"Saya mendapat arahan dari Anang Achmad Latif untuk menyerahkan uang kepada Yunita, Feriandi Mirza, Jenifer, nomor telpon namanya Sadikin (saya serahkan di Plaza Indonesia), Nistra untuk Komisi I DPR RI (saya serahkan di daerah Andara di Sentul)," sebagaimana tertera dalam penggalan BAP Windi Purnama sebagai tersangka.
Pengakuan Windi itu dilengkapi oleh Irwan Hermawan yang saat ini sudah menjadi terdakwa. Di mana Irwan mengakui ada penyerahan Rp 70 miliar ke Nistra selama dua tahap.
Kemudian kepada Sadikin sebesar Rp 50 miliar diduga diserahkan kepada oknum BPK RI.
"Desember 2021 dan pertengahan tahun 2022. Nistra. Rp 70.000.000.000. Pertengahan 2022. Sadikin. Rp 40.000.000.000," sebagaimana tertera dalam BAP Irwan Hermawan sebagai saksi Windi Purnama.
Windi Purnama sendiri dalam perkara BTS ini dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU), yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.