News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dugaan Korupsi di BAKTI Kominfo

Hakim Istigfar Dengar Keterangan Saksi Kasus Korupsi BTS Kominfo yang Bertele-tele

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Lanjutan sidang perkara dugaan korupsi BTS 4G Kominfo dengan agenda pemeriksaan saksi untuk terdakwa eks Menkominfo Jhonny G. Plate dkk, Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (25/7/2023).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri mengucap istigfar saat mendengar kesaksian dari Kepala Divisi Lastmile/Backhaul Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika Muhammad Feriandi Mirza.

Mirza dihadirkan sebagai saksi untuk tiga terdakwa perkara dugaan korupsi penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastuktur pendukung 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Mereka yaitu mantan Menteri Kominfo Johnny G. Plate, eks Direktur Utama Bakti Anang Achmad Latif, dan tenaga ahli Human Development UI Yohan Suryanto.

"Astaghfirullah, minum dulu. Kayaknya kering tuh bibir saudara," ucap Fahzal saat memimpin sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (25/7/2023).

Baca juga: Penentuan Titik Pendirian BTS 4G di 7.904 Desa Tak Pakai Survei Lapangan, Saksi: Cuma dari Atas Meja

Mulanya, Mirza mengakui bahwa dia juga menerima duit dari proyek BTS 4G Kominfo.

Mirza menyebut menerima Rp 300 juta dari Windi Purnama, pengusaha yang ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus ini.

Uang tersebut digunakan untuk tambahan membeli mobil BMW X5 seharga Rp710 juta.

Mirza mengeklaim telah mengembalikan uang tersebut kepada penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung).

Di sisi lain, Windi disinyalir berperan sebagai operator yang membagikan uang korupsi proyek BTS ke banyak pihak.

Hakim Fahzal Hendri lantas mencecar Mirza tentang alasan dirinya menerima uang ratusan juta rupiah dimaksud.

Fahzal juga mencecar Mirza tentang siapa yang memerintahkan dirinya menerima duit itu.

"Saya tidak menanyakan kepada saudara Windi Purnama," kata Fahzal.

"Bukan, saudara menerima uang itu perintah siapa?" lanjut Fahzal.

"Tidak ada yang memerintahkan," jawab Mirza.

"Loh kok bisa tahu-tahu saudara terima?" tanya Hakim Fahzal.

"Ya tidak ada yang memerintahkan, Yang Mulia," jawab Mirza.

Di saat itulah Hakim Fahzal Hendri terlihat gemas dengan jawaban Mirza.

Fahzal memerintahkan Mirza untuk minum air agar tidak tegang.

"Biasa saja pak, santai saja, jadi saudara bukan masalah ditekan, tidak ditekan, tapi memberikan fakta yang benar di persidangan ini," kata Fahzal.

Fahzal mengatakan apabila Mirza menutupi fakta, maka akan menyulitkan hakim dalam mengadili perkara ini.

"Bisa sesat nanti putusannya," kata Fahzal.

Setelah minum dan diceramahi hakim, tidak ada yang berubah dari keterangan Mirza.

Ahli teknologi komunikasi itu tetap mengaku tidak tahu alasan diberikan uang.

"Iya, jadi tidak ada yang memerintahkan memang, Yang Mulia," kata Mirza.

Selain ketiga terdakwa ini, ada sejumlah nama lain yang turut diproses hukum.

Mereka antara lain Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak, Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan, Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama.

Kemudian Account Director PT Huawei Tech Investment Mukti Ali dan Direktur PT Basis Utama Prima Muhammad Yusrizki Muliawan.

Masing-masing terdakwa dilakukan penuntutan dalam berkas perkara terpisah.

Johnny disebut menerima Rp17 miliar, Anang disebut menerima Rp5 miliar, Yohan menerima Rp453.608.400, Irwan menerima Rp119 miliar, Windi menerima Rp500 juta, Yusrizki menerima Rp50 miliar dan 2,5 juta dolar AS.

Para terdakwa diduga juga memperkaya sejumlah korporasi.

Yakni Konsorsium FiberHome PT Telkominfra PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk Paket 1 dan 2 sebesar Rp2.940.870.824.490 (Rp2,9 triliun).

Konsorsium Lintasarta Huawei SEI untuk paket 3 sebesar Rp1.584.914.620.955 (Rp1,5 triliun) dan Konsorsium IBS dan ZTE Paket 4 dan 5 sebesar Rp3.504.518.715.600 (Rp3,5 triliun).

Kasus ini menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai Rp8.032.084.133.795,51 (Rp8 triliun) berdasarkan perhitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini