TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung membuka peluang konfrontasi antara Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto dengan eks Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi.
Peluang konfrontir itu berkaitan dengan perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) serta produk turunannya, termasuk minyak goreng.
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah mengungkapkan bahwa peluang konfrontir terbuka lebar setelah pemeriksaan M Lutfi pada Selasa (1/8/2023) mendatang.
"Bisa. Bisa. Bisa," ujar Febrie meyakinkan saat ditanya mengenai peluang konfrontir Airlangga dan Lutfi.
Peluang semakin terbuka lebar jika nantinya Lutfi memberikan keterangan yang berseberangan dari Airlangga soal kebijakan semasa kelangkaan dan melambungnya harga minyak goreng di pasar domestik.
"Kalau perlu, ini harus dikonfrontasi, mana kebijakan yang benar," kata Febrie.
Diperiksanya Lutfi pun diakui Febrie sebagai tindak lanjut dari pemeriksaan Airlangga pada Senin (24/7/2023) lalu.
Nantinya akan digali dari Lutfi mengenai pelaksanaan kebijakan pada masa langkanya minyak goreng.
"Untuk mengkonfirmasi tadi. Setelah Airlangga kan diuji nih, bagaimana Menteri Perdagangan melaksanakan ini," ujarnya.
Dalam pemeriksaan Senin (24/7/2023) lalu, Airlangga telah dicecar 46 pertanyaan selama 12 jam oleh tim penyidik.
Belum dapat dibebekan lebih lanjut materi pemeriksaan Airlangga Hartarto pada hari tersebut.
Namun dipastikan, satu di antaranya mengenai kebijakan semasa kelangkaan produk CPO dan turunannya di pasar domestik.
"Yang jelas, inti pemeriksaan kami untuk mengetahui sejauh mana tindakan penanggulangan dari Kementerian Koordinator Perekonomian dalam rangka mengatasi kelangkaan minyak goreng," ujar Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus pada Jaksa Agung Muda Bidan Tinda Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Kuntadi dalam konferensi pers Senin (24/7/2023).
Dalam perkara korupsi minyak goreng ini sendiri, sudah ada tiga tersangka korporasi pada penyidikan jilid 2, yakni: Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.