News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Rencana Penerapan Kelas Rawat Inap Standar, YLKI: KRIS Berpotensi Merugikan Peserta JKN

Editor: Content Writer
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi rawat inap. Rencana penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) berpotensi merugikan peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

TRIBUNNEWS.COM -  Terkait rencana penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mewanti-wanti agar hal ini dikaji kembali secara matang. Menurutnya, jika KRIS diberlakukan, KRIS berpotensi merugikan peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Peserta kelas tiga akan mengalami kenaikan iuran, sementara peserta kelas satu akan mengalami penurunan kelas menjadi kelas standar, yakni kelas dua.

“Secara filosofis dan sosiologis, KRIS tidak punya landasan yang jelas dan konkrit. Padahal saat ini yang dibutuhkan konsumen alias peserta JKN adalah standarisasi pelayanan untuk semua kategori peserta dan kelas JKN,” tuturnya, Senin (31/07).

Menurut Tulus, kerugian KRIS yang lain adalah jika peserta JKN tidak mau dengan pelayanan kelas standar, maka peserta tersebut akan diminta memilih rumah sakit lain yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Rumah sakit lain yang dimaksud bisa rumah sakit swasta yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, yang notabene cenderung lebih mahal. Bagi rumah sakit, KRIS akan menciptakan bom waktu karena rumah sakit harus menata ulang infrastruktur, baik ruangan dan alat-alat kesehatan.

Baca juga: Cara Pindah Faskes BPJS Kesehatan 2023 Melalui Mobile JKN: Siapkan Kartu JKN-KIS, KK, Surat Domisili

“Pendapatan rumah sakit juga akan tergerus. Program KRIS akan berbuntut panjang menciptakan clustering baru rumah sakit, yaitu rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Rumah sakit yang berbasis JKN akan dianggap rumah sakit kelas bawah, sementara yang tidak bekerja sama akan dicitrakan sebagai rumah sakit dengan pelayanan yang lebih andal. Ini bahaya,” kata Tulus.

Mempertimbangkan berbagai situasi tersebut, Tulus pun meminta agar Kementerian Kesehatan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) tidak perlu memaksakan KRIS. Wacana kebijakan KRIS dinilainya harus ditelaah dengan baik, tidak terburu-buru, demi kepentingan peserta JKN.

“Jika kebijakan KRIS terwujud, ini bisa jadi upaya menenggelamkan Program JKN dan BPJS Kesehatan. Tidak relevan kalau dibilang KRIS ini untuk menyelematkan finansial BPJS Kesehatan, karena aspek finansial BPJS Kesehatan sudah surplus. Jangan sampai KRIS ini di kemudian hari menimbulkan anomali dan persoalan yang lebih complicated. Bagi konsumen, yang sangat mendesak sekarang adalah standarisasi pelayanan, bukan kelas standar,” tegasnya

Baca juga: Kisah Kepala Disnakertrans Kabupaten Pasangkayu: Manfaatkan Program JKN untuk Berobat hingga Stabil

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini